Indonesia Didorong Berperan Besar Jadi Arsitektur Tatanan Global Baru

Pendiri FPCI Dino Patti Djalal dalam acara Conference of Indonesian Foreign Policy di Jakarta, Sabtu, 29 November 2025. (Metrotvnews.com)

Indonesia Didorong Berperan Besar Jadi Arsitektur Tatanan Global Baru

Muhammad Reyhansyah • 29 November 2025 15:45

Jakarta: Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dr. Dino Patti Djalal menegaskan bahwa dunia tengah bergerak menuju next world order, yaitu tatanan global baru yang terbentuk secara perlahan namun pasti. Dalam situasi ini, ia mempertanyakan posisi Indonesia: menjadi penonton atau ikut merancang arsitektur dunia baru tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Dino dalam sambutannya pada Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2025 di Jakarta, Sabtu, 29 November 2025.

“Tatanan dunia baru sedang datang. Pertanyaannya: apakah kita mau hanya menjadi penonton, atau menjadi arsitek dari tatanan dunia berikutnya?” ujarnya.

Dino menegaskan bahwa sejarah diplomasi Indonesia menunjukkan konsistensi kepemimpinan global pada masa-masa transisi. Ia merujuk Konferensi Asia-Afrika di Bandung, pembentukan Gerakan Non-Blok, pendirian ASEAN, hingga peran Indonesia dalam mendorong lahirnya UNCLOS sebagai bukti bahwa Indonesia tidak sekadar mengikuti arus, melainkan ikut membentuk aturan dan norma internasional.

Ia mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak pada sikap “me first, me only” yang menurutnya bertentangan dengan jati diri diplomasi bangsa.

“Kalau kita terjangkit virus itu, Ali Alatas akan menangis. Adam Malik akan menangis. Hatta akan menangis. Karena itu bukan kita,” tegas mantan Wakil Menteri Luar Negeri tersebut.

Dino menilai situasi strategis Indonesia saat ini relatif aman. “Tidak ada negara yang menjadi ancaman bagi Indonesia, dan kita juga tidak menganggap ada negara sebagai musuh,” ujarnya.

Menurut Dino, tantangan utama justru terletak pada manajemen kebijakan luar negeri di dalam negeri, termasuk koordinasi, visi, dan penentuan prioritas.

Ia juga menyoroti besarnya modal diplomatik Indonesia melalui hubungan Presiden Prabowo Subianto dengan sejumlah pemimpin dunia, seperti Emmanuel Macron, Recep Tayyip Erdogan, Vladimir Putin, Xi Jinping, Narendra Modi, Luiz Inácio Lula da Silva, hingga Mohammed bin Salman (MBS). Dino menilai konektivitas politik dan diplomatik tersebut sebagai aset strategis untuk memperkuat peran global Indonesia.

Dengan posisi sebagai anggota ASEAN, ekonomi G20, serta negara dengan rekam jejak inovasi multilateral, Dino menilai Indonesia memiliki kapasitas objektif untuk menjadi arsitek next world order. Namun, ia menekankan perlunya kejelasan arah. “Pemerintah harus menentukan apa niche Indonesia di tatanan baru itu: isu apa yang ingin kita pimpin dan koalisi apa yang ingin kita bangun,” katanya.

Ia menegaskan bahwa tatanan dunia tidak akan menunggu kesiapan Indonesia. Karena itu, momentum saat ini harus dipandang sebagai kesempatan historis yang tidak boleh dilewatkan.

Dino juga menekankan peran generasi muda dalam diplomasi masa depan. Ia menyebut bahwa aktivisme publik mampu mendorong perubahan nyata dan mengajak anak muda untuk berani berjuang bagi nilai yang diyakini. “Latih kepemimpinan, bergerak, dan percaya bahwa kebaikan adalah kekuatan. Kindness is power,” ujarnya.

Mengutip Peter Drucker, Dino menutup pidatonya dengan pesan bahwa masa depan tidak hanya untuk diprediksi, tetapi juga diciptakan. “Cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya,” pungkasnya. (Kelvin Yurcel)

Baca juga:  CIFP 2025: Dominasi Barat Berakhir, Middle Power Tentukan Arah Dunia Baru

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Willy Haryono)