3 Kelompok Masyarakat Riau Mengadu ke DPR terkait Sengketa Lahan

Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR menerima audiensi tiga kelompok masyarakat dari Riau. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.

3 Kelompok Masyarakat Riau Mengadu ke DPR terkait Sengketa Lahan

Fachri Audhia Hafiez • 2 July 2025 20:34

Jakarta: Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR menerima audiensi tiga kelompok masyarakat dari Riau, yakni Koperasi Mekar Sakti Jaya, Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan dan Pertanahan Riau, serta Lembaga Bantuan Hukum Cerdas Bangsa (YLBH Cerdas Bangsa). Mereka mengeluhkan lahan mereka yang akan dijadikan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Ketua BAM DPR Ahmad Heryawan menjelaskan masyarakat yang tergabung dalam koperasi dan kelompok korban menyampaikan keberatan atas rencana pengosongan lahan oleh negara. Mereka mengeklaim telah menempati lahan tersebut secara legal sejak 1998 dan memiliki 1.762 sertifikat hak milik (SHM).

"Jadi di awal reformasi nampaknya mereka sudah punya SHM, dan di kawasan tersebut ada koperasi, ada rumah warga tentu, ada fasilitas-fasilitas negara juga, ada jalan, ada sekolah bahkan, sekolah-sekolah negeri," kata Ahmad Heryawan alias Aher di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025.

Permasalahan muncul setelah terbitnya SK Menteri Kehutanan Nomor 255 Tahun 2004 yang menunjuk kawasan itu sebagai calon TNTN. Namun, SK tersebut baru bersifat penunjukan awal dan belum melalui tahapan tata batas, pemetaan, dan penetapan.

"Di situ ternyata sudah ada hunian. Huniannya bukan hunian liar, huniannya hunian masyarakat yang sudah memiliki sertifikat hak milik. Ada 1.762 SHM di sini, ada koperasi, ada rumah warga, ada sekolah-sekolah, ada instansi pemerintah ya di situ," ujar Aher.
 

Baca juga: Alasan Koalisi Masyarakat Geruduk Rapat DPR: Kecam Fadli Zon soal Pemutihan Sejarah

Sementara, Wakil Ketua BAM DPR Adian Napitupulu menyoroti ketimpangan pengelolaan kawasan hutan di sekitar Tesso Nilo. Adian mengungkap sekitar 156 ribu hektare kawasan TNTN saat ini dikuasai pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI). Sementara, 356 ribu hektare lainnya dikuasai pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Hitungannya, kata Adian, sebelum jadi Hutan Tanaman Industri, tingkat kepadatan hutan di sana sekitar 70 sampai 80 persen. Asumsinya, setiap hektare itu bisa memberikan 100 batang pohon. 

"Jadi kalau kemudian di kawasan Tesso Nilo itu ada 156 ribu hektare, dikali 100 batang pohon, itu berarti perusahaan pemegang HTI, HPH sebelumnya itu sudah menebang 15 juta pohon," kata Adian.

Ia juga menyebut keberadaan masyarakat di kawasan itu didukung oleh kebijakan pemerintah daerah. Bahkan, kata dia, pada 1998-1999, Bupati Indragiri Hulu mengeluarkan surat resmi untuk membentuk koperasi dan membagikan lahan dua hektare per keluarga untuk ditanami sawit.

Adian menegaskan bahwa penyelesaian konflik lahan harus dilakukan sesuai hukum. "Kalau kemudian ada langkah-langkah, misalnya penyitaan, kemudian langkah-langkah lain, maka semua harus berangkat dari keputusan pengadilan,” ucap dia.

Adian juga kembali mengingatkan bahwa Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tidak menyebut opsi relokasi sebagai jalan keluar dalam konflik agraria. Menurutnya, relokasi tanpa dasar hukum yang jelas justru menyalahi prinsip negara hukum.

"Itu yang kita baca sama-sama tadi, amanat yang tertuang dalam Perpres nomor 5 tahun 2025, melewati pidana, perdata atau administratif. Relokasi tidak disebutkan dalam Perpres tersebut," ujar Adian.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)