Warga Sudan mengungsi akibat krisis yang melanda. Foto: Anadolu
New York: Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan keterkejutannya atas situasi “yang semakin memburuk” di Darfur Utara, Sudan, di mana kekerasan mematikan dan gelombang pengungsian massal terus terjadi. Dalam pernyataan resmi yang dibacakan oleh Stephane Dujarric, Guterres menyoroti serangan terbaru di Al Fasher yang menewaskan ratusan warga sipil, termasuk pekerja kemanusiaan.
Diperkirakan 400.000 orang telah mengungsi dari kamp Zamzam sejak awal bulan ini, dengan banyak di antaranya mengalami pelecehan dan penahanan sewenang-wenang di pos pemeriksaan.
Guterres menekankan bahwa meski kondisi sangat tidak aman dan dana terbatas, badan-badan PBB serta mitra kemanusiaan giat meningkatkan bantuan darurat di Tawila, lokasi penampungan sementara bagi para pengungsi.
Desakan aksi internasional
Kekerasan di Darfur Utara telah memicu salah satu krisis kemanusiaan terparah di dunia, menewaskan lebih dari 20.000 orang dan memaksa 15 juta lainnya mengungsi sejak konflik antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pecah pada April 2023. Penelitian terkini bahkan memperkirakan jumlah korban jiwa mencapai 130.000.
Sebagai pusat operasi bantuan, kota Al Fasher kini berubah menjadi medan pertempuran sengit yang semakin memperparah penderitaan warga sipil. Guterres kembali menekankan pentingnya akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan, serta menegaskan bahwa pelaku pelanggaran serius harus diadili.
“Masyarakat internasional harus bertindak cepat untuk mengakhiri penderitaan ini,” tegas Al Fasher, dikutip dari
Anadolu, Jumat, 2 Mei 2025.
Krisis di Darfur tidak hanya mengguncang Sudan tetapi juga berdampak pada negara tetangga seperti Chad, yang menampung ribuan pengungsi. Tanpa intervensi segera, situasi diperkirakan akan semakin memburuk, mengancam stabilitas regional dan memperluas krisis pengungsian.
Tidak adanya tindakan tegas dari komunitas internasional berisiko mengubah Darfur Utara menjadi bencana kemanusiaan yang jauh lebih parah, meruntuhkan upaya perdamaian yang ada, dan memicu gelombang pengungsian lintas perbatasan skala besar.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)