Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi saat wawancara dengan Sky News. Foto: Sky News
Fajar Nugraha • 30 January 2025 09:41
Teheran: Iran mengatakan Israel dan Amerika Serikat (AS) akan menjadi ‘gila’ jika menyerang fasilitas nuklirnya, dan menambahkan bahwa hal itu akan menjadi "bencana yang sangat buruk" bagi kawasan tersebut.
Peringatan itu disampaikan dalam wawancara pertama yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi sejak pelantikan musuh bebuyutannya Donald Trump sebagai Presiden AS.
Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News di ibu kota Iran, Abbas Araghchi juga mengejek Presiden AS itu karena mengusulkan "pembersihan" warga Palestina dari Gaza. Diplomat tertinggi Iran justru menyarankan agar warga Israel dikirim ke Greenland.
Araghchi mengundang Sky News ke kementerian luar negeri Iran untuk wawancara, dan memanfaatkan kesempatan itu untuk membahas pembicaraan tentang Israel yang menyerang program senjata nuklir Iran yang diduga didukung AS.
"Kami telah menjelaskan," kata Araghchi kepada Sky News dikutip pada Kamis 30 Januari 2025.
“Bahwa setiap serangan terhadap fasilitas nuklir kami akan ditanggapi dengan segera dan tegas. Namun, saya tidak yakin mereka akan melakukan hal gila itu. Ini benar-benar gila. Dan ini akan mengubah seluruh kawasan menjadi bencana yang sangat buruk,” ujar Araghchi.
Dalam masa jabatan pertamanya, Trump mengingkari dukungan Amerika untuk kesepakatan yang dinegosiasikan secara internasional mengenai dugaan program senjata nuklir Iran, yang membatasi pengayaan uranium sebagai imbalan atas pencabutan sanksi.
Iran bersikeras bahwa program nuklirnya ditujukan untuk tujuan sipil dan damai. Namun, sejak Trump menarik kembali kesepakatan tersebut, Iran telah kembali memperkaya uranium ke tingkat yang tidak memiliki tujuan lain selain membangun senjata nuklir, kata pemerintah Barat.
Trump telah mengisyaratkan bahwa ia lebih suka solusi diplomatik, dengan mengatakan bahwa kesepakatan baru dengan Iran akan "menyenangkan".
Namun Araghchi mengatakan meskipun ia siap mendengarkan Presiden Trump, dibutuhkan lebih dari itu bagi Iran untuk diyakinkan bahwa mereka harus memulai negosiasi dengan AS untuk mencapai kesepakatan lain, mengingat apa yang terjadi pada kesepakatan pertama.
"Situasinya berbeda dan jauh lebih sulit daripada sebelumnya," katanya.
"Banyak hal yang harus dilakukan oleh pihak lain untuk mendapatkan kepercayaan kami. Kami belum mendengar apa pun selain kata 'menyenangkan', dan ini jelas tidak cukup," tegas Araghchi.