Hindari Penyelewengan, Hak Leniensi Harus Jelas Penerapannya

Ilustrasi. Foto: Medcom

Hindari Penyelewengan, Hak Leniensi Harus Jelas Penerapannya

Anggi Tondi Martaon • 24 January 2025 20:13

Jakarta: Hak jaksa menuntut ringan pelaku pidana (leniensi) dinilai harus diatur secara terperinci. Jika tidak, peneraoannya disebut rawan terjadi penyelewengan.

Hal itu disampaikan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar (Uceng) dalam Dialog Publik: UU Kejaksaan Antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat. "Jika parameternya tidak jelas, berpotensi untuk disalahgunakan," kata Uceng melalui keterangan tertulis, Jumat, 24 Januari 2024.

Pengaturan leniensi yang jelas juga dibutuhkan untuk menghindari kecurigaan publik. Jangan sampai tuntutan yang diberikan menjadi polemik.

"Nah, saya bayangkan harus ada parameter yang jelas supaya orang tidak menduga macam-macam," ungkap dia.
 

Baca juga: 

Kejagung Cari Unsur Pidana Pagar Laut


Uceng mencontohkan kasus Pinangki Sirna Malasari, pegawai Kejaksaan Agung (Kejagung) yang bermasalah karena menemui buronan, Djoko Tjandra. Pinangki hanya dituntut empat tahun dan denda Rp 500 juta.

Menurut dia, tuntutan terhadap Pinangki menimbulkan kecurigaan. Sebab, Pinangki merupakan bagian dari Korps Adhyaksa.

"Jangan-jangan karena ini jaksa dengan jaksa, lalu ada pertimbangan yang njelimet-njelimet seperti seakan-akan menggali betul, ini (Pinangki) adalah ibu. Tapi, di kasus lain, pertimbangannya menjadi sangat berbeda," sebut dia.

Pernyataan serupa disampaikan mantan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu. Menurut dia, pengaturan hak leniensi dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan belum terperinci.

"Limitasinya tidak jelas, dan menjadi rentan penyelewengan," kata Edwin.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)