Ilustrasi. Foto: dok MI/Pius Erlangga.
Media Indonesia • 10 February 2025 09:22
Jakarta: Iuran BPJS Kesehatan mungkin bakal naik dengan besaran yang belum ditentukan. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan penaikan iuran BPJS Kesehatan sebetulnya merupakan suatu keniscayaan.
Pasalnya, hal itu sudah tertuang dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyatakan penaikan iuran akan terjadi secara berkala dan Peraturan Presiden 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mencantumkan bahwa penaikan iuran paling lambat dilakukan selama dua tahun.
Timboel juga mengatakan penaikan iuran sangat penting karena selama ini, pendapatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar 90 persen sampai 95 persen berasal dari iuran.
"Jadi, kalau kita baca laporan keuangannya, kan, pendapatan JKN itu ada dari pendapatan iuran, pendapatan pajak rokok, pendapatan investasi, dan pendapatan lainnya. Nah, pendapatan silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan) dari yang tidak dipakai puskesmas itu ditarik lagi oleh BPJS, tetapi yang paling mendominasi ialah pendapatan iuran," ungkapnya kepada Media Indonesia, dilansir Senin, 10 Februari 2025.
Jika penaikan iuran tidak dilakukan, Timboel mengkhawatirkan aset bersih JKN akan semakin kecil, bahkan pada 2026 dapat terjadi kasus seperti pada 2014-2019, yakni aset bersih JKN malah mencatatkan hasil yang negatif.
Defisit Berjalan
Menurutnya, saat ini pembiayaan JKN semakin meningkat, khususnya untuk penyakit katastrofis dan lainnya, tetapi tidak diimbangi penaikan pendapatan iuran. Dia mencontohkan, pada 2024, pembiayaan JKN mencapai Rp175 triliun, sementara pendapatan iuran mencapai Rp163 triliun sehingga terjadi selisih.
"Hal yang signifikan akhirnya menggerus aset bersih yang tadinya Rp56,6 triliun. Dia turun menjadi Rp49 triliun. Akibatnya memang defisit yang terjadi, defisit berjalan pada 2024. Pada 2025 defisitnya akan semakin besar sehingga aset bersih bisa tergerus," tegas Timboel.
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: dok MI/Pius Erlangga.
Peserta Mandiri
Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sri Wahyuni meminta pemerintah untuk menjelaskan lebih detail jika ada penaikan iuran, khususnya bagi peserta mandiri kelas 1 dan VIP yang selama ini sudah membayar iuran yang cukup besar.
"Ini perlu dijelaskan ke peserta kelas 1 dan juga VIP yang sudah lama membayar iuran besar. Dengan adanya KRIS (kelas rawat inap standar), mereka akan mendapatkan layanan dan fasilitas yang sama dengan kelas 2 dan 3. Perlu dijelaskan bahwa BPJS prinsip gotong royong sehingga tidak ada perbedaan," tegas Sri.
Menurutnya, pemberlakuan KRIS sebetulnya bertujuan semua peserta mendapat standar yang sama sehingga tidak ada diskriminasi. Namun, perlu diperinci teknis di lapangan mengenai pemberlakuan kebijakan baru tersebut.
Skema Iuran Masih Dibahas
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menambahkan, sesuai dengan Perpres 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan, pelaksanaan ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan penerapan KRIS diatur dengan peraturan menteri kesehatan.
"Dengan demikian, penerapan menunggu aturan lebih lanjut. Skema iuran sampai dengan sekarang juga masih dibahas antarkementrian dan lembaga. Sesuai dengan Perpres 59/2024 dilaksanakan evaluasi bukan hanya terkait iuran, melainkan juga mencakup manfaat dan tarif. Paling lambat (penaikan iuran dan pemberlakuan KRIS) 1 Juli 2025 sesuai dengan bunyi Perpres 59/2024," jelas Rizzky.