Tuduh Israel Cuma Ulur Waktu, Pejabat Palestina Sebut Negosiasi Gencatan Senjata Mandek

Warga Palestina memeriksa rumah-rumah yang hancur setelah serangan udara Israel di Masjid Al-Farouq di kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza selatan, 22 Februari 2024. (Haitham Imad/EPA-EFE)

Tuduh Israel Cuma Ulur Waktu, Pejabat Palestina Sebut Negosiasi Gencatan Senjata Mandek

Riza Aslam Khaeron • 12 July 2025 13:21

Gaza: Negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Doha, Qatar, dilaporkan berada di ambang kegagalan. Mengutip laporan BBC pada Jumat, 11 Juli 2025, para pejabat Palestina yang terlibat dalam pembicaraan menyatakan bahwa Israel mengirim delegasi yang tidak memiliki kewenangan nyata untuk mengambil keputusan, sehingga perundingan berjalan stagnan.

Seorang pejabat senior Palestina mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sengaja mengulur waktu dengan berpura-pura menunjukkan kemajuan dalam pembicaraan saat kunjungan diplomatiknya ke Washington. 

"Mereka tidak pernah serius dengan pembicaraan ini. Mereka memanfaatkannya untuk menciptakan kesan palsu adanya kemajuan," ujar sumber tersebut.

Salah satu poin krusial yang belum menemui titik temu adalah soal penarikan pasukan Israel dari wilayah Gaza dan mekanisme distribusi bantuan kemanusiaan. Hamas bersikeras agar bantuan hanya disalurkan melalui badan-badan PBB dan lembaga kemanusiaan internasional.

Sementara Israel tetap mendorong penggunaan mekanisme distribusi melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung Israel dan AS.

Menurut mediator, terdapat sedikit kemajuan dalam perdebatan mengenai distribusi bantuan, namun belum ada kesepakatan resmi yang tercapai. Ketegangan meningkat setelah Hamas menerima peta usulan penarikan pasukan Israel yang memperlihatkan kehadiran militer lebih luas dari yang sebelumnya dijanjikan.

Peta tersebut menunjukkan zona buffer hingga 3 km di berbagai wilayah, termasuk kota Rafah dan bagian timur kota Gaza.
 

Baca Juga:
Israel Masih Gempur Gaza Meskipun Trump Dorong Gencatan Senjata

Kubu Hamas menilai hal ini sebagai tindakan tidak itikad baik dari Israel dan memperburuk kepercayaan antara kedua pihak. Sebelumnya, Israel menyatakan siap melepaskan separuh dari 20 sandera hidup dan lebih dari separuh dari 30 jenazah sandera dalam gencatan senjata selama 60 hari.

Namun, ketidaksesuaian peta dan deklarasi politik Israel memicu tuduhan bahwa mereka hanya ingin memindahkan warga Palestina secara paksa ke Rafah atau bahkan ke luar negeri.

Pihak Palestina menuduh rencana Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, sebagai bentuk pemindahan penduduk terselubung. Katz disebut telah menyusun rencana untuk membangun kamp di Rafah yang bisa menampung 600 ribu hingga seluruh populasi Gaza, yaitu 2,1 juta jiwa. Penduduk yang masuk ke kamp itu akan diperiksa oleh militer Israel dan tidak diizinkan keluar.

Langkah tersebut menuai kecaman dari kelompok HAM, akademisi, dan pakar hukum, yang menyebutnya sebagai cikal bakal kamp konsentrasi. Data terbaru PBB menunjukkan bahwa 86% wilayah Gaza kini berada di bawah zona militer Israel atau perintah evakuasi.

Negosiasi yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan AS masih berlangsung, namun para diplomat menyebut situasinya sangat rapuh. "Proses ini hanya tergantung pada seutas benang," ujar seorang pejabat regional. Jika tidak ada terobosan berarti dalam waktu dekat, pembicaraan berisiko gagal total.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, sedikitnya 57.823 orang telah tewas sejak konflik meletus pada 7 Oktober 2023. Kegagalan gencatan senjata diprediksi akan memperpanjang penderitaan rakyat Gaza yang telah mengalami krisis kemanusiaan selama 21 bulan terakhir.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)