Evakuasi korban ketujuh tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. Metro TV
Denpasar: Insiden tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya si perairan Selat Bali menyisakan tanda tanya besar. Perlu penyelidikan mendalam terkait uji kelayakan kapal sebelum insiden nahas terjadi.
"Saya menyimak dari berbagai pemberitaan media. Dikatakan bahwa kapal KMP Tunu Pratama Jaya tenggalam dalam waktu yang sangat singkat. Ini wajib untuk perlu diadakan investigasi awal yang meliputi kelayakan berlayar," kata Pakar Pelayaran dan Arsitek Kapal Laut Bali I Komang Purnama di Denpasar, Minggu, 6 Juli 2025.
Ia meminta kepada otoritas terkait untuk melakukan investigasi beberapa hal terkait umur kapal, kapan terkahir naik dok untuk perbaikan atau maintenance, ada kemungkinan pompa mengalami kerusakan dan pompa tidak ada cadangan. Katanya, ini yang sangat vital. Kontruksi dari kapal tidak dilakukan inpeksi dengan benar pada waktu kapal naik dok.
"Seringkali adanya penundaan untuk naik dok dan kapal dipaksakan tetap berlayar berdasarkan dispensasi dari pejabat pelayaran," ujarnya.
Secara konstruksi, kapal feri penyeberangan di Indonesia, dibuat dengan tinggi sarat air yang rendah, lebih lebar. Breadth (B) adalah lebar kapal pada bagian terlebar biasanya diukur pada garis air muat. Sementara Draugth (T) adalah kedalaman kapal dari garis dasar hingga garis air muat atau berapa dalam kapal tenggelam di dalam air.
Jika B/T-nya tinggi, sebenarnya ada kelebihan dan kekurangan. B/T rasio yang tinggi maka initial stabilitas kapal bagus, dan tidak gampang terbalik akibat gaya dari luar seperti angin dan gelombang. B/T rasio yang tinggi, tentu saja lebih stabil kapal. Tapi kekurangannya ada di
handling, kata Komang ada istilah “skating effect”, di mana kapal cenderung meluncur ketika ada angin dari samping. Jadi kurang bagus manuvernya. Tapi memang ini pilihan yang sudah berjalan bagi kapal-kapal penyeberangan di Indonesia.
Ia menyebut, ada beberapa asumsi kapal KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam. Pertama, kebocoran, kemungkinan air masih dari pintu roll on roll off di depan karena tidak bisa tertutup sengan sempurna. Kedua, mesin mati dan kapal terombang-ambong sehingga air masuk, tapi mungkin lama prosesnya.
Ketiga, memang
over load dibanding dengan kondisi cuaca yang kurang baik saat itu. Keempat, kebocoran struktural karena kelalaian dalam pemeriksaan atau reparasi kapal. Kelima, mungkin banyak faktor nonteknis lainnya.
"Kalau dari saya, sarannya adalah setiap kapal yang digunakan di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, dibuat studi stabilitas kapal,
study sea-worthiness-nya sampai pada tinggi gelombang berapa, kapasitas tampung maximum perkapal per kondisi. Dari situ, bisa dijadikan ukuran dan kajian kalau terjadi yang seperti ini lagi," ujarnya.
Biasanya pada saat kapak
docking, ada pengawasan dari petugas Marine Inspector. Biasanya dari KSOP setempat, tapi beberapa tahun ini fungsi keselamatan pelayaran untuk kapal penyeberangan ada pada Ditjen Darat dalam hal ini BPTD dan biasanya mereka pakai BKI untuk survei dan pengawasan, tapi sejak Mei kemarin fungsi tersebut telah diserahkan kembali ke Ditjen Hubla dalam hal ini UPT laut /KSOP.
Terkait dengan docking kapal, maka untuk kapal penumpang harus setiap tahun melakukan docking. Namanya docking tahunan, ada juga docking besar yang setiap 5 tahun. Dan pada saat docking itu, semua pekerjaan diawasi betul oleh petugas sampai selesai docking. Kalau sudah selesai docking, kapal dilakukan
sea trial, setelah kapal dipastikan layak untuk beroperasi maka diproses pembaharuan sertifikat dan kapal siap untuk beroperasi.