Shutdown pemerintahan AS menganggu alur ekonomi. Foto: Anadolu
Washington: Penutupan sebagian pemerintahan (shutdown) Amerika Serikat (AS) memasuki hari ke-22 pada Rabu, 22 Oktober 2025, menjadikannya yang terpanjang kedua dalam sejarah negara itu setelah melewati rekor krisis anggaran tahun 1995–1996. Hingga kini, belum ada tanda-tanda tercapainya kesepakatan antara Partai Republik dan Partai Demokrat.
Senat kembali menolak rancangan undang-undang pendanaan sementara pada Senin untuk ke-11 kalinya, gagal melanjutkan pembahasan rancangan yang telah disetujui DPR untuk membiayai pemerintahan hingga 21 November.
“22 Oktober menandai tonggak baru. Ini kini menjadi penutupan pemerintahan terpanjang kedua dalam sejarah negeri kita, dan hal ini memalukan. Demokrat terus mencatat sejarah, tapi untuk alasan yang salah,” ujar Ketua DPR AS Mike Johnson kepada wartawan, seperti dikutip Anadolu, Kamis, 23 Oktober 2025.
Johnson menegaskan bahwa Partai Republik berupaya membuka kembali pemerintahan. “Itulah mengapa resolusi berkelanjutan yang bersih dan nonpartisan merupakan langkah paling tepat untuk melakukannya,” ujar Johnson.
Sementara itu, Pemimpin Minoritas DPR Hakeem Jeffries menuding kebuntuan ini sebagai “penutupan pemerintahan Trump–Republik” yang merugikan rakyat Amerika.
“Hari ini adalah hari ke-22 dari penutupan pemerintahan federal oleh Trump dan Partai Republik, dan di seluruh negeri, rakyat biasa tengah menderita. Pegawai federal yang bekerja keras kini bekerja tanpa bayaran atau dirumahkan dari posisi mereka,” kata Jeffries dalam pertemuan yang membahas dampak penutupan tersebut.
Presiden
Donald Trump, di sisi lain, menolak untuk bertemu dengan pimpinan Demokrat di Kongres hingga penutupan berakhir. “Saya ingin bertemu dengan mereka berdua, tapi saya punya satu syarat kecil. Saya hanya akan bertemu jika mereka bersedia membuka kembali negara ini,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Putih setelah menjamu sejumlah senator Partai Republik.
Penutupan pemerintahan ini bermula pada 1 Oktober akibat kebuntuan dalam negosiasi prioritas belanja federal antara kedua partai. Akibatnya, ribuan pegawai federal dirumahkan atau bekerja tanpa menerima gaji, sementara sejumlah layanan publik dihentikan atau dibatasi.
Jeffries memperingatkan bahwa jika situasi ini berlanjut, berbagai program bantuan sosial vital dapat terdampak. “Banyak keluarga berpenghasilan rendah bisa kehilangan bantuan gizi yang mereka andalkan untuk memberi makan diri mereka sendiri, anak-anak, dan keluarga mereka,” ujar Jeffries.
Ia juga mendesak anggota Partai Republik untuk kembali ke meja perundingan dan mencari solusi bipartisan.
“Solusinya sederhana bagi Partai Republik: kembalilah bekerja, duduk bersama Demokrat. Kami siap dan mampu membuka kembali pemerintahan, menyusun kesepakatan anggaran yang memenuhi kebutuhan rakyat Amerika, serta menangani krisis kesehatan yang kini memukul keluarga di seluruh negeri,” tegas Jeffries.
Krisis ini menambah tekanan terhadap ekonomi AS dan memperdalam ketidakpastian di tengah publik, dengan belum adanya tanda kompromi yang nyata dari kedua kubu politik utama.