2 Hal Ini Jadi Alarm Ekonomi RI Gak Sehat

Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com

2 Hal Ini Jadi Alarm Ekonomi RI Gak Sehat

Eko Nordiansyah • 11 September 2025 10:28

Jakarta: Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai kondisi ekonomi nasional saat ini tidak sehat. Hal ini karena beban pembayaran bunga utang meningkat tajam. Tahun ini, sekitar 16 hingga 19 persen belanja APBN dialokasikan hanya untuk bunga utang.

Pada 2025, pemerintah diperkirakan harus membayar bunga utang sekitar Rp552,1 triliun atau setara 16 persen dari total belanja negara. Padahal, angka amannya berada di kisaran 10 persen.

Selain itu, Wijayanto menyebut, debt service ratio (DSR) yang mengukur rasio pembayaran utang terhadap penerimaan negara diperkirakan mencapai 45 persen pada 2025. Angka itu jauh di atas batas aman 25 persen.

"Dua parameter ini menunjukkan ekonomi kita sedang tidak sehat," kata Wijayanto dalam seminar dengan tema 'Reshuffle Menyembuhkan Ekonomi?' dikutip Kamis, 11 September 2025.
 

Baca juga: 

Jaga Kredibilitas, Ini PR Buat Menkeu Purbaya



(Ilustrasi. Foto: Dok MI)

Sementara itu, rasio utang terhadap PDB (Debt to GDP Ratio) yang selama ini disebut 40 persen, dianggap tidak mencerminkan keseluruhan kewajiban negara. Wijayanto menuturkan, jika dihitung lebih luas, termasuk utang subsidi yang belum dibayar, transfer daerah yang tertunda, serta kewajiban dana pensiun ASN, maka rasio utang bisa mencapai 45 persen bahkan hingga 63 persen.

"Dengan demikian, meski angka 40 persen sering dianggap aman, realitanya jauh lebih tinggi," tudingnya.

Hingga April 2025, pemerintah sudah menarik utang baru sekitar Rp304 triliun. Proyeksi hingga akhir tahun menunjukkan kebutuhan pembiayaan melalui utang mencapai Rp245–300 triliun, sehingga total utang pemerintah berpotensi menembus Rp9.400 triliun. Untuk 2026, rencana penerbitan utang baru diperkirakan mencapai Rp781,87 triliun.

Cari alternatif sumber pembiayaan

Dalam kesempatan sama, Chairman Infobank Eko B. Supriyanto menegaskan pentingnya menghentikan ketergantungan pada utang dan mencari alternatif sumber pembiayaan.

Menurutnya, salah satu sumber potensial adalah dana yang beredar di underground economy atau ekonomi bawah tanah. Selama 10 tahun terakhir, jumlahnya diperkirakan mencapai Rp6.539 triliun.

"Jika dikelola dengan baik, dana ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi candu utang," ucapnya.

Di satu sisi, Eko mewaspadai rencana skema burden sharing atau pembagian beban bunga antara Bank Indonesia dan pemerintah dalam mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

Meski, skema ini akan bermanfaat untuk jangka pendek dengan penambahan likuiditas dan mendorong perekonomian, tapi pemerintah diminta tidak terlena dan semakin mengandalkan utang sebagai sumber pembiayaan. Jika ketergantungan terhadap utang makin tinggi, risiko fiskal jangka panjang bisa membahayakan stabilitas ekonomi.

"Saya melihatnya burden sharing Asta Cita ini dalam prospek jangka panjang akan mengandung moral hazard jika tidak ada disiplin fiskal. Oleh sebab itu, aspek akuntabilitas dan transparansi harus menjadi perhatian utama," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)