Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Usman Iskandar.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini kembali mengalami pelemahan, di tengah penurunan tarif impor dari Indonesia menjadi 19 persen.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 16 Juli 2025, rupiah hingga pukul 09.15 WIB berada di level Rp16.280,5 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 14 poin atau setara 0,09 persen dari Rp16.266,5 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.276 per USD. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.260 per USD hingga Rp16.300 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis harian.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Ancaman tarif Trump
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan rupiah pada hari ini akan dipengaruhi sentimen ancaman tarif baru Trump menjelang tenggat waktu 1 Agustus. Tindakannya baru-baru ini ditujukan kepada Uni Eropa dan Meksiko.
Sehari sebelumnya, Trump juga mengancam akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia jika Presiden Vladimir Putin tidak mencapai kesepakatan dalam 50 hari untuk mengakhiri perang di Ukraina.
"Meskipun ancaman
tarif baru-baru ini tidak berdampak besar pada pergerakan pasar secara keseluruhan, para pedagang mempertimbangkan apakah AS benar-benar akan mengenakan tarif tinggi pada negara-negara yang terus berdagang dengan Rusia serta menahan diri untuk tidak memasang taruhan besar di tengah ketidakpastian," ucap Ibrahim.
Menurut dia, pasar fokus pada data inflasi indeks harga konsumen AS untuk Juni akan dirilis pada Selasa dan diharapkan dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang dampak ekonomi dari tarif Trump.
Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan ia memperkirakan tarif akan mendorong inflasi lebih tinggi pada musim panas ini, yang kemungkinan akan membuat bank sentral menunda kebijakan moneternya hingga akhir tahun.
Selain itu, ekonomi Tiongkok tumbuh 5,2 persen (yoy) pada kuartal kedua 2025, sedikit di atas ekspektasi pasar sebesar 5,1 persen, didukung oleh ekspor yang tangguh dan stimulus pemerintah. Pertumbuhan yang kuat ini mencerminkan dampak terbatas dari perang dagang AS.