Beban Utang Makin Gede Gegara Kenaikan ULN, APBN Bakal 'Susah Gerak'

Ilustrasi APBN. Foto: dok Fahum UMSU.

Beban Utang Makin Gede Gegara Kenaikan ULN, APBN Bakal 'Susah Gerak'

Insi Nantika Jelita • 15 May 2025 18:52

Jakarta: Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede berpandangan kenaikan utang luar negeri (ULN), khususnya yang berbentuk obligasi atau surat utang yang dimiliki oleh investor asing, berkontribusi terhadap bertambahnya kewajiban pembayaran utang di masa depan. Kenaikan ULN ini secara langsung berdampak pada meningkatnya beban utang pemerintah yang akan jatuh tempo.
 
Pada tahun ini, utang pemerintah yang jatuh tempo diperkirakan mencapai Rp800,33 triliun. Jumlah ini terdiri atas Rp705,5 triliun dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp94,83 triliun dalam bentuk pinjaman. Sementara, ULN Indonesia pada triwulan I-2025 tembus USD430,4 miliar atau senilai Rp7.120,45 triliun (kurs Rp16.536). Angka ini secara tahunan tumbuh sebesar 6,4 persen year on year (yoy).
 
"Peningkatan ULN ini memiliki implikasi langsung terhadap besarnya beban utang pemerintah yang akan jatuh tempo," ujar Josua kepada Media Indonesia, Kamis, 15 Mei 2025.
 
Josua menjelaskan tekanan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan semakin terasa apabila porsi pembayaran pokok dan bunga utang meningkat secara signifikan. Kondisi ini dapat menyempitkan ruang fiskal pemerintah, sehingga mengurangi kapasitas belanja untuk pembangunan dan stimulus ekonomi.
 

Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Bengkak Jadi Rp7.120 Triliun


(Ilustrasi beban utang luar negeri. Foto: Pixabay)
 

Pertumbuhan ULN harus 'dipelototi'

 
Meski posisi rasio ULN Indonesia tergolong moderat dan belum menunjukkan indikasi krisis, Josua menegaskan laju pertumbuhan ULN yang cukup tinggi perlu diawasi ketat, terutama dalam konteks efektivitas penggunaannya.
 
"Utang idealnya digunakan untuk pembiayaan kegiatan produktif yang mampu menghasilkan devisa, sehingga mengurangi risiko tekanan pembayaran di masa depan," jelas dia.
 
Kendati beban utang terus meningkat, Josua menegaskan selama pemerintah dapat menjaga disiplin fiskal, meningkatkan efisiensi belanja, serta mengoptimalkan penerimaan negara baik dari sektor pajak maupun non-pajak, maka beban tersebut masih dapat dikelola dengan baik.
 
Selain itu, kondisi cadangan devisa Indonesia yang hingga April 2025 tercatat cukup kuat setara dengan 6,4 bulan impor. Josua menekankan kunci utamanya terletak pada pengelolaan utang yang bijaksana (prudent) dan pemanfaatannya secara efektif serta produktif guna memastikan keberlanjutan fiskal dan stabilitas ekonomi jangka panjang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)