Paus Leo XIV saat berada di Vatikan. (Vatican News)
Muhammad Reyhansyah • 8 December 2025 20:09
Montreal: Para pemimpin masyarakat adat menanti di landasan bersalju di Bandara Internasional Pierre Elliott Trudeau, Montreal, ketika kargo berharga diturunkan dari pesawat Air Canada. Dalam kotak-kotak tersebut terdapat lebih dari 60 artefak budaya, termasuk sebuah kayak langka berbahan kulit anjing laut milik masyarakat Inuit, yang diambil lebih dari seabad lalu dari komunitas First Nations, Inuit, dan Métis dan disimpan di museum serta ruang penyimpanan Vatikan.
Kampanye pemulangan artefak ini memperoleh dukungan Paus Fransiskus sebelum wafat, tak lama setelah ia menyampaikan permintaan maaf atas pelanggaran yang terjadi di sekolah-sekolah pemukiman yang dikelola gereja di Kanada.
Repatriasi ini berlangsung seiring dengan meningkatnya langkah museum dunia untuk mengembalikan artefak yang diduga diperoleh secara tidak etis ke negara asalnya.
Kepala Nasional First Nations, Cindy Woodhouse Nepinak, menyebut pengembalian artefak tersebut sebagai momen penting dan menyentuh bagi banyak komunitas adat.
“Kami telah menempuh perjalanan panjang, dan masih banyak yang harus dilakukan,” ujarnya dalam konferensi pers, seraya menegaskan bahwa upaya rekonsiliasi masih jauh dari selesai.
Asal-usul Dipertanyakan
Dikutip dari CNN, Senin, 8 November 2025, tidak ada inventaris publik atas koleksi yang dipulangkan, meskipun jumlah yang kembali hanya sebagian kecil dari ribuan objek era kolonial dalam koleksi Vatikan. Di antara 62 artefak tersebut terdapat sebuah kayak kulit anjing laut dari wilayah Inuvialuit di Arktik barat, yang menjadi barang terakhir diturunkan dari pesawat.
Artefak-artefak itu pertama kali dibawa ke Roma untuk dipamerkan pada Vatican Mission Exposition tahun 1925, sebuah pameran selama 13 bulan yang memamerkan pengaruh gereja di seluruh dunia dan menarik jutaan pengunjung.
Vatikan mengklaim bahwa artefak tersebut merupakan hadiah kepada Paus Pius XI, yang memimpin Gereja sejak 1922. Namun, klaim tersebut telah lama diperdebatkan oleh masyarakat adat Kanada.
Koleksi itu dikumpulkan pada masa ketika identitas budaya masyarakat adat Kanada ditekan melalui undang-undang yang melarang praktik tradisional dan mewajibkan kehadiran di sekolah pemukiman gereja yang bertujuan “membunuh identitas Indian pada diri anak.”
Dalam konteks itu, sulit untuk memastikan bahwa benda-benda tersebut benar-benar diberikan secara sukarela. “Sangat diragukan bahwa ini adalah bentuk pemberian yang bermakna,” ujar Cody Groat, Asisten Profesor Sejarah dan Studi Adat di Western University Kanada, melalui email kepada CNN.
Seruan untuk mengembalikan artefak semakin kuat pada 2022, ketika delegasi First Nations, Inuit, dan Métis melakukan perjalanan ke Roma untuk membahas pelanggaran sejarah di sekolah pemukiman bersama Paus Fransiskus.
Kunjungan tersebut disusul oleh “ziarah penitensial” ke Kanada, di mana Fransiskus meminta maaf atas “kejahatan yang dilakukan banyak umat Kristiani terhadap masyarakat adat.” Mendiang Paus berjanji mengembalikan artefak itu, namun keputusan final berada di tangan penggantinya, Paus Leo.
Proses Pemulangan
Vatikan dan Konferensi Waligereja Kanada mengumumkan bulan lalu bahwa artefak tersebut, beserta dokumentasinya, akan “dihadiahkan kembali” oleh Paus Leo ke komunitas adat, menyebutnya sebagai penyelesaian perjalanan yang dimulai Paus Fransiskus.
Groat menyambut langkah awal Paus Leo itu sebagai “tindakan bermakna yang menjanjikan bagi pembaruan hubungan antara Gereja Katolik dan masyarakat adat, baik di Kanada maupun dunia.”
Artefak-artefak itu akan diperiksa terlebih dahulu di Canadian Museum of History di Gatineau, Quebec, sebelum pemimpin adat menentukan tempat penyimpanan baru.
“Kami menantikan proses membuka kotak artefak dalam beberapa hari mendatang agar para pemimpin dan ahli Inuit dapat mengetahui asal-usul benda tersebut di masing-masing komunitas dan berbagi pengetahuan itu tidak hanya dengan Inuit Kanada tetapi juga seluruh negeri,” ujar Presiden Inuit Tapiriit Kanatami, Natan Obed, dalam konferensi pers.
Menurut Groat, pengembalian artefak memiliki makna mendalam bagi masyarakat adat yang melihat benda-benda tersebut sebagai “leluhur budaya dengan kehidupan dan keberadaan tersendiri.”
“Leluhur budaya ini kini dapat kembali ke komunitas kami dan membantu menjaga keberlanjutan serta revitalisasi praktik budaya kami.”
Baca juga:
Vatikan Kembalikan 62 Artefak Milik Masyarakat Adat Kanada