Haytham Ali Tabatabai, Kepala Staf militer Hizbullah. (Dok. Militer Hizbullah)
Riza Aslam Khaeron • 25 November 2025 15:24
Jakarta: Haytham Ali Tabatabai, kepala staf militer kelompok Hizbullah di Lebanon, tewas dalam serangan udara yang diluncurkan Israel pada Minggu, 23 November 2025.
Serangan presisi tersebut menghantam sebuah gedung apartemen di kawasan Haret Hreik, wilayah padat di pinggiran selatan Beirut yang dikenal sebagai basis utama kelompok Hizbullah. Kematian Tabatabai segera dikonfirmasi oleh pihak militer Israel dan disusul pemakaman besar di Beirut oleh pendukung Hizbullah.
Serangan ini menjadi eskalasi terbaru konflik Israel-Hizbullah yang telah berlangsung sejak perang Gaza dimulai tahun 2023.
Kedua pihak sebelumnya setuju untuk melakukan gencatan senjata pada November 2024 setelah Israel melakukan operasi pemenggalan dengan membunuh pemimpin-pempimpin senior Hizbullah salah satunya sekjen mereka sebelumnya Hassan Nasrallah dan melakukan invasi darat ke Lebanon.
Meski dalam gencatan senjata, Israel terus melakukan berbagai penyerangan di Lebanon Selatan.
Namun, ini pertama kalinya sejak gencatan senjata negara tersebut menargetkan komandan senior Hizbullah secara langsung.
Lantas siapa sosok kepala staf militer Hizbullah yang baru tewas tersebut? Berikut profil lengkap Haytham Ali Tabatabai.
Latar Belakang dan Kiprah Militer Tabatabai
Haytham Ali Tabatabai, atau dikenal juga dengan nama Sayyid Abu Ali, lahir pada tahun 1968 di distrik Bashoura, Beirut, dari keluarga
Lebanon dengan akar Iran. Ia tumbuh besar di
Lebanon Selatan dan bergabung dengan
Hizbullah pada awal 1980-an.
Dalam pernyataan resminya, Hizbullah menyebut Tabatabai sebagai anggota sejak pendirian kelompok tersebut pada 1982 sebagai gerakan perlawanan terhadap pendudukan Israel di Lebanon Selatan.
Tabatabai memulai karier militernya dengan memimpin poros Nabatieh sejak 1996 hingga penarikan Israel dari wilayah tersebut pada tahun 2000. Ia kemudian memimpin poros Khiam dari tahun 2000 sampai 2008, termasuk saat berlangsungnya Perang Juli 2006, di mana Israel dan Hizbullah bertempur selama 34 hari tanpa kemenangan yang jelas.
Menurut informasi yang dirilis
Hizbullah, Tabatabai juga terlibat dalam pembentukan Pasukan Radwan—unit elite Hizbullah yang dikenal sangat aktif di berbagai operasi luar negeri.
Ia pernah memimpin operasi di perbatasan Suriah dan kemudian ditugaskan menangani cabang operasi organisasi tersebut selama perang dengan Israel tahun lalu, sebelum akhirnya menjabat sebagai kepala staf militer Hizbullah.
Militer Israel (IDF) menyebut Tabatabai sebagai sosok yang “memimpin sebagian besar unit Hizbullah dan bekerja keras untuk memulihkan kesiapan mereka dalam menghadapi perang melawan Israel.”
Dalam pernyataan resminya, militer Israel menambahkan bahwa mereka “akan bertindak keras terhadap segala upaya membangun kembali dan mempersenjatai Hizbullah, serta menyingkirkan ancaman terhadap Israel."
Upaya Pembunuhan Sebelumnya dan Naiknya Tabatabai
Sebelum berhasil dibunuh dalam serangan udara tanggal 23 November 2025, Israel disebut telah dua kali mencoba membunuh Tabatabai selama konflik sebelumnya pada 2024. Kedua upaya tersebut gagal, hingga akhirnya ia menggantikan Ali Karaki sebagai komandan front selatan setelah Karaki tewas dalam perang yang sama.
Dalam proses tersebut, Tabatabai naik sebagai kepala staf pasca wafatnya sejumlah pemimpin militer senior
Hizbullah lainnya.
“Tabatabai adalah sosok yang merestrukturisasi kepemimpinan militer Hizbullah, dan serangan ke selatan Beirut adalah indikasi bahwa negara
Lebanon tidak memiliki jaminan terhadap ekspansi agresi seperti ini,” ucap seorang peneliti dari Badil Policy Institute, Sohaib Jawhar kepada Al-Jazeera.
Hizbullah mengkonfirmasi kematian Tabatabai dan empat anggota lainnya, yakni Qassem Hussein Berjawi, Rifaat Ahmad Hussein, Mostafa Asaad Berro, dan Ibrahim Ali Hussein. Dalam pernyataannya, Hizbullah menyebut serangan itu sebagai “serangan pengecut terhadap kawasan Haret Hreik” dan menyebut Tabatabai sebagai “komandan jihad syahid besar”.