Ilustrasi penggunaan media sosial di smartphone. (Anadolu Agency)
Banyak Negara Batasi Medsos Anak, UNICEF Ingatkan Risiko Larangan Penuh
Muhammad Reyhansyah • 24 December 2025 14:34
New York: Seiring semakin banyak pemerintah negara membatasi akses anak-anak terhadap media sosial, perdebatan mengenai cara terbaik melindungi pengguna muda kian menguat.
Beragam usulan, mulai dari pengetatan batas usia hingga larangan penuh, mendapat dukungan luas di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap dampak konektivitas tanpa henti pada kesehatan mental, proses belajar, dan kesejahteraan anak.
Skala persoalan ini kian nyata. Sejumlah studi terbaru menunjukkan 97 persen anak dan remaja mengakses internet setiap hari, sementara 78 persen memeriksa perangkat mereka setidaknya sekali dalam satu jam. Sekitar satu dari empat anak di bawah umur dilaporkan menunjukkan pola penggunaan ponsel yang dinilai “bermasalah” atau “disfungsional”, dengan karakteristik menyerupai kecanduan.
Para ahli memperingatkan, penggunaan media sosial secara berlebihan berpotensi mengganggu konsentrasi di kelas serta melemahkan kemampuan komunikasi langsung dalam kehidupan sehari-hari.
UNICEF menyambut meningkatnya perhatian terhadap keamanan anak di ruang digital, namun mengingatkan bahwa kebijakan pembatasan harus dirancang secara cermat.
Aaron Greenberg, penasihat regional UNICEF untuk perlindungan anak di Eropa dan Asia Tengah, mengatakan pembatasan akses media sosial dalam kondisi tertentu dapat membantu anak lebih fokus dan belajar tanpa banyak gangguan.
Namun, ia menekankan bahwa platform media sosial memang dirancang agar sangat menarik, dengan dampak yang berbeda-beda bagi setiap anak.
“UNICEF sering mendengar dari pendidik, keluarga, dan para siswa sendiri bahwa banyak anak muda kesulitan meletakkan ponsel mereka untuk belajar, menyimak pelajaran di kelas, atau bahkan mendapatkan tidur yang cukup sebelum sekolah,” kata Greenberg, dikutip dari Anadolu, Rabu, 24 Desember 2025.
Kekhawatiran publik juga terlihat luas. Survei Eurobarometer 2025 menunjukkan lebih dari 90 persen warga Eropa menilai tindakan mendesak diperlukan untuk melindungi anak-anak di dunia daring, sementara 93 persen meyakini media sosial berdampak negatif terhadap kesehatan mental anak.
Pentingnya Literasi Digital Anak
Meski demikian, Greenberg mengingatkan bahwa pembatasan usia berisiko membuat platform media sosial “lepas dari tanggung jawab”, mendorong anak masuk ke ruang digital yang tidak diatur, serta melemahkan literasi digital mereka.“Jika anak-anak tidak seharusnya berada di sana, mengapa perusahaan harus berinvestasi untuk membuat layanan mereka lebih aman atau lebih edukatif bagi anak?” jelasnya.
Ia menambahkan, larangan juga dapat memutus akses anak terhadap sumber informasi dan dukungan yang penting.
Menurut Greenberg, pengelolaan penggunaan ponsel dan media sosial di lingkungan sekolah bisa menjadi langkah yang lebih efektif, terutama jika dibahas bersama para siswa. Pembatasan, katanya, dapat mendorong berkembangnya kemampuan komunikasi tatap muka.
Namun, ia menegaskan bahwa komunikasi kini banyak berlangsung di ruang digital, sehingga keterampilan keselamatan digital juga harus dibangun.
“Larangan media sosial dapat merusak hak anak, mengisolasi kelompok anak yang terpinggirkan, dan membungkam suara anak-anak,” tegas Greenberg.
Ia menegaskan UNICEF mendukung berbagai perlindungan yang bertujuan membantu anak-anak, dengan fokus pada esensi masa kanak-kanak sebagai ruang untuk belajar, bermain, dan bertumbuh. Meski begitu, kebijakan berupa larangan harus dirancang dengan hati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan dan perlu disusun melalui konsultasi dengan anak-anak.
Tren Global Mengikuti Australia
Dorongan pengetatan aturan meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Pada akhir November, Parlemen Eropa mengusulkan larangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun, dengan tetap membuka akses melalui persetujuan orang tua.Para legislator mengesahkan resolusi terkait pembatasan usia dengan suara mayoritas besar, dengan alasan “keprihatinan mendalam” atas risiko kesehatan fisik dan mental yang dihadapi anak-anak di dunia daring.
Usulan tersebut menyusul langkah Australia yang menerapkan larangan pertama di dunia terhadap media sosial bagi anak di bawah 16 tahun, guna melindungi mereka dari perundungan siber, konten berbahaya, praktik grooming, dan perilaku predator.
Sejumlah negara Eropa lain, termasuk Norwegia, Denmark, Irlandia, Spanyol, dan Prancis, juga tengah mempertimbangkan atau mendorong regulasi yang lebih ketat.
Greenberg menegaskan UNICEF mendukung keseriusan pemerintah dalam melindungi anak-anak di ruang digital.
“UNICEF mendorong semua negara yang mempertimbangkan regulasi baru untuk memasangkan pembatasan usia dengan kewajiban kuat bagi platform, perlindungan privasi dan partisipasi yang kokoh, serta pemantauan ketat terhadap dampak nyata kebijakan tersebut bagi berbagai kelompok anak,” ujarnya.
Baca juga: Larangan Media Sosial bagi Remaja di Bawah 16 Tahun di Australia Mulai Berlaku