Delegasi Bangsamoro Filipina mempelajari praktik pendidikan inklusif dan literasi keagamaan lintas budaya di Ambon, Maluku, untuk memperkuat perdamaian. (Institut Leimena)
Willy Haryono • 1 December 2025 21:13
Jakarta: Delegasi dari Ministry of Basic, Higher, and Technical Education (MBHTE) Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao (BARMM), Filipina, melakukan kunjungan ke Indonesia untuk mempelajari praktik pendidikan dalam merawat perdamaian melalui pendekatan literasi keagamaan lintas budaya, khususnya di Maluku.
Delegasi BARMM yang terdiri dari tujuh peserta mengikuti Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) untuk Perdamaian di Ambon, Maluku, pada 27–30 November 2025. Program ini diselenggarakan oleh Institut Leimena bekerja sama dengan Sasakawa Peace Foundation dan Yayasan Pembinaan Pendidikan Kristen (YPPK) Dr. JB. Sitanala, serta didukung oleh Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Yayasan Sombar Negeri Maluku.
“Alasan utama kami berkunjung ke Indonesia adalah karena kami sedang membangun kurikulum pendidikan inklusif. Kami meyakini, untuk benar-benar inklusif bagi sekolah, guru, dan murid, perlu diajarkan bagaimana bersikap menerima serta toleran terhadap perbedaan, khususnya dalam hal agama,” kata Konsultan Kurikulum MBHTE BARMM, Meriam Macalangcom, di Ambon, Minggu, 30 November 2025.
Meriam menjelaskan, BARMM yang diresmikan pada 2019 saat ini sedang menyusun kurikulum pendidikan inklusif dalam konteks keberagaman agama. Menurutnya, kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk sangat mirip dengan konteks wilayah otonomi Bangsamoro di Filipina Selatan, yang terdiri dari sekitar 70 persen Muslim dan 30 persen pemeluk agama lain.
“Kami ingin belajar bagaimana Indonesia mampu membangun kohesi sosial dan bangkit dari konflik, khususnya yang pernah terjadi di Maluku. Saya merasa sangat dekat dengan Indonesia, bukan hanya karena kemiripan fisik, tetapi juga karena masyarakatnya yang hangat dan penuh kasih,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Metrotvnews.com, Senin, 1 Desember 2025.
Dalam kunjungan ini, para peserta yang hadir berasal dari berbagai latar belakang sebagai konsultan kurikulum, pengawas, dan kepala sekolah dengan latar belakang agama yang beragam. Mereka menegaskan harapan agar hubungan Indonesia dan Filipina, termasuk Pemerintah Bangsamoro sebagai bagian dari sistem pemerintahan Filipina, semakin diperkuat melalui kerja sama pendidikan, diplomasi, dan pertukaran akademik.
Ketua Delegasi BARMM sekaligus Spesialis Program Pendidikan di Divisi Kurikulum MBHTE, Abdulbasit Lingcoan, menyebut pengalaman mengikuti Program LKLB untuk Perdamaian sebagai pembelajaran yang sangat berharga.
“Selama lima hari kami menyaksikan bagaimana para guru berdiskusi, menerima materi tentang peran guru dalam membangun perdamaian, hingga melakukan kunjungan ke rumah ibadah. Semua itu menjadi pengalaman yang sangat membuka mata,” kata Abdulbasit.
Ia menjelaskan, saat ini BARMM berada pada puncak reformasi kurikulum pendidikan, sehingga membutuhkan pembelajaran dari negara lain yang memiliki dinamika keberagaman serupa. Struktur pendidikan di BARMM tergolong unik karena menggabungkan pendidikan dasar, tinggi, teknis, serta madrasah dalam satu kementerian.
“Kurikulum BARMM menekankan pendidikan inklusif yang mengintegrasikan pendidikan Islam bersama agama lain. Karena itu, pertukaran pengetahuan dengan Indonesia menjadi sangat relevan,” ujar Abdulbasit.