Mata uang rupiah. Foto : MI.
Husen Miftahudin • 18 October 2023 16:20
Jakarta: Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini kembali mengalami pelemahan, setelah sempat menguat tipis kemarin.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 18 Oktober 2023, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.730 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 14 poin atau setara 0,09 persen dari posisi Rp15.716 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada penutupan pasar sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 14 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 20 poin di level Rp15.730 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp15.716 per USD," ungkap analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis harian.
Potensi hawkish Fed
Indeks dolar sedikit melemah, namun tetap mendekati puncak dalam 11 bulan setelah data ekonomi Tiongkok yang lebih baik dari perkiraan serta data yang dirilis semalam menunjukkan penjualan ritel AS tumbuh lebih dari perkiraan pada September.
"Ini mendorong kekhawatiran terhadap inflasi yang tinggi, yang dapat membuat Federal Reserve bersikap
hawkish," jelas Ibrahim.
Pasar tetap mewaspadai sinyal
hawkish dari Powell, setelah ia mengisyaratkan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama pada pertemuan The Fed di September.
Di sisi lain, ledakan di sebuah rumah sakit di Gaza membuat pergerakan tidak terlalu besar dan para pedagang khawatir akan kemungkinan konflik yang semakin meluas.
Sementara di Asia, data resmi menunjukkan perekonomian Tiongkok tumbuh 1,3 persen pada kuartal ketiga, meningkat dari 0,5 persen pada kuartal sebelumnya.
"Ini melampaui perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar satu persen. Output industri meningkat dan pengangguran menurun," papar Ibrahim.
Baca juga: Surplus Neraca Perdagangan Pertanda Ekonomi RI Masih Kuat
Faktor dalam negeri
Adapun, para ekonom memperkirakan neraca transaksi berjalan Indonesia akan mencatat defisit sebesar 0,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023, dibandingkan dengan surplus 0,99 persen dari PDB pada 2022.
Neraca transaksi berjalan yang defisit disebabkan karena kinerja ekspor hingga akhir tahun diperkirakan akan terus menurun akibat harga komoditas yang rendah.
Selain itu juga didorong oleh permintaan global yang belum kuat, di tengah inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga kebijakan yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor pada September 2023 sebesar USD20,76 miliar atau turun 5,63 persen secara bulanan (mtm), dibandingkan bulan sebelumnya pada Agustus 2023 yang sebesar USD22,0 miliar.
"Meskipun
neraca perdagangan RI mencatatkan surplus sebesar USD3,42 miliar atau naik secara bulanan 0,30 persen, namun pertumbuhannya terus menyempit secara signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu," terang Ibrahim.
Dalam mengevaluasi kinerja agregat selama delapan bulan pertama, sambung dia, surplus neraca perdagangan menurun dari USD39,80 miliar pada sembilan bulan pertama 2022 menjadi USD27,75 miliar sembilan bulan pertama 2023.
Selain itu, ekonom juga memprediksi Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) kembali akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen bulan ini bahkan sampai akhir tahun.
"Namun, yang akan berbeda adalah penekanan BI untuk lebih menstabilkan nilai tukar Rupiah dan bagaimana bank sentral itu mengantisipasi dan memitigasi jika The Fed terus bersikap lebih hawkish di masa depan," ucap Ibrahim.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan besok akan bergerak secara fluktuatif meskipun kemungkinan besar akan kembali mengalami pelemahan.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.710 per USD hingga Rp15.770 per USD," ujar Ibrahim.