Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan Anggota MPR periode 2019-2024. Foto: Medcom/Fachri.
Fachri Audhia Hafiez • 25 September 2024 13:45
Jakarta: Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyampaikan pantun yang menyinggung soal beringin diterpa badai. Beringin identik dengan partai politik (parpol) tempat dia bernaung yakni, Partai Golkar.
Hal itu disampaikan dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan Anggota MPR periode 2019-2024. Pantun itu mendapat sambutan riuh dari peserta sidang paripurna.
"Pohon beringin di persimpangan jalan, tegak berdiri meskipun diterpa badai dan topan. Ijinkan kami menggelar Sidang akhir masa jabatan, untuk menyampaikan laporan kinerja dan rancangan putusan," kata Bamsoet di Ruang Rapat Paripurna MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 September 2024.
Tak hanya itu, Bamsoet juga menyampaikan pantun soal Papua. Pantun tersebut bermakna soal Irian yang kini telah berubah nama menjadi Papua.
"Burung cendrawasih di hutan Irian,
Terbang melayang di atas awan.
Ucapan terimakasih kami haturkan,
Atas kehadiran Bapak dan Ibu sekalian," ujar Bamsoet.
Pada sidang akhir MPR ini, menyinggung soal surat dari Menteri Hukum dan HAM tertanggal 13 September 2024, perihal Tindak Lanjut Tidak Berlakunya TAP Nomor XXXIII/MPRS/1967. Ini berkaitan dengan tuduhan pengkhianatan terhadap Presiden pertama RI Soekarno tak berlaku lagi.
Bamsoet mengatakan berdasarkan kesepakatan pada Rapat Pimpinan MPR 23 Agustus 2024, pimpinan MPR telah menegaskan bahwa bahwa sesuai pasal 6 TAP Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Materi dan Status Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR mulai tahun 1960 sampai 2002, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak berlaku lagi.
"Dan tuduhan pengkhianatan terhadap Bung Karno telah digugurkan demi hukum oleh Keputusan Presiden Nomor 83/TK/2012 tentang Gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 25 huruf e UU Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan," jelas Bamsoet.
Kemudian, sidang juga membahas surat dari Fraksi Partai Golkar perihal kedudukan Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998. Ini terkait dengan Soeharto.
Berdasarkan putusan Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi/Kelompok DPD tanggal 23 September 2024, Pimpinan MPR bersepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di mana status hukum TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh TAP MPR Nomor I/MPR/2003.
"Namun terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tersebut secara diri pribadi Bapak Seoharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," ucap Bamsoet.
Selanjutnya, surat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), perihal Kedudukan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI KH Abdurrahman Wahid. Berdasarkan kesepakatan Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi/Kelompok DPD tanggal 23 September 2024, Pimpinan MPR menegaskan Ketetapan MPR Nomor II/ MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI KH Abdurrahman Wahid saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi.
"Sebagaimana dinyatakan oleh Ketetapan MPR Nomor I / MPR / 2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002," tambah Bamsoet.