NEWSTICKER

Maut Mengintai di Pelintasan Sebidang

Ilustrasi maut di perlintasan sebidang. MI/Seno

Maut Mengintai di Pelintasan Sebidang

Media Indonesia • 21 July 2023 06:42

TIGA insiden kereta api (KA) di lokasi yang berbeda terjadi pada hari yang sama, Selasa, 18 Juli 2023. Ketiga insiden itu ialah KA Sribilah Utama di Asahan Sumatra Utara, KA Kuala Stabas di Lampung, dan KA Brantas yang menabrak sebuah truk tangki di Jawa Tengah.

Ketiga kecelakaan itu menambah daftar panjang insiden di pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan raya. Fakta itu seakan menggambarkan bahwa bangsa ini tidak pernah belajar dari sejarah. Sejak dulu rentetan musibah di sekitaran rel kereta api seolah tak pernah berhenti.

Ambil contoh di Jawa Timur. Berdasarkan catatan Polda Jatim pada 2022 lalu, terjadi 175 kasus yang menyebabkan 105 orang meninggal dunia. Kita tentu juga tidak lupa insiden yang terjadi hampir 10 tahun lalu ketika sejumlah anak bangsa harus meregang nyawa akibat kecelakaan maut antara commuter line jurusan Serpong-Tanah Abang dan truk tangki bermuatan bahan bakar minyak (BBM).

Banyak lagi kasus kecelakaan lain yang melibatkan kereta api dan kendaraan pengguna jalan raya. Jika disimak, insiden-insiden itu terjadi lantaran pengemudi kendaraan ngotot dan nekat menerobos pelintasan jalan raya dan jalur kereta api di saat sang kuda besi melintasi jalurnya.

Padahal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan telah mengatur bahwa kereta api ialah pemilik hak utama untuk melintasi rel. Pengemudi kendaraan yang tidak menghentikan kendaraan di saat sinyal sudah berbunyi atau palang pintu telah ditutup terancam sanksi pidana.

Namun, fakta membuktikan, angka kecelakaan di pelintasan sebidang rel kereta tidak pernah berkurang hanya dengan modal sosialisasi untuk menumbuhkan budaya publik ataupun dengan ancaman penegakan hukum. Harus ada terobosan konkret untuk menurunkan angka kecelakaan tersebut, termasuk salah satunya dengan mengurangi jumlah pelintasan sebidang.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan pada 2022, hanya 39,2 persen pelintasan resmi dan dijaga dari jumlah 4.194 pelintasan sebidang jalan raya dan rel. Sisanya merupakan pelintasan resmi, tapi tidak dijaga atau berkategori liar. Dari situ saja sebenarnya sudah bisa diperkirakan potensi terjadinya kecelakaan.

Karena itu, penutupan pelintasan sebidang kereta menjadi langkah paling efektif. Harus ada peningkatan menjadi pelintasan tidak sebidang berupa flyover dan underpass. Pun menutup pelintasan sebidang yang tidak berizin atau liar. Selain itu, memasang peralatan keselamatan dan perlengkapan jalan di pelintasan sebidang.

Rekomendasi itu sesungguhnya bukan barang baru. Sebab, semua sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Yang selalu menjadi problem ialah eksekusinya. Maka, tak mengherankan hingga 16 tahun UU itu berlaku, persoalan pelintasan sebidang masih saja terjadi dan memakan korban.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat, hingga 2022, dari 199 titik pelintasan sebidang di jalan nasional sudah tertangani 49 titik. Untuk membangun satu flyover ataupun underpass di jalan nasional menghabiskan anggaran sekitar Rp150 miliar. Dengan asumsi itu, untuk menutup 150 pelintasan sebidang lain, pemerintah butuh dana sekitar Rp22,5 triliun.

Anggaran itu sejatinya tidak seberapa besar jika kita melihat dari perspektif sebagai upaya negara melindungi nyawa dan keselamatan rakyatnya. Tak juga terlalu besar bila dibandingkan dengan anggaran yang digunakan untuk membangun infrastruktur lain yang justru tak berkaitan langsung dengan keselamatan warga.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Achmad Zulfikar Fazli)