Sekjen PBB: Saya Tak Akan Diam, Solusi Dua Negara Kunci Perdamaian Palestina

Sekjen PBB Antonio Guterres. (Anadolu Agency)

Sekjen PBB: Saya Tak Akan Diam, Solusi Dua Negara Kunci Perdamaian Palestina

Muhammad Reyhansyah • 8 December 2025 19:48

New York: Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa ia “tidak akan diam” dalam menyuarakan masa depan solusi dua negara untuk isu Palestina, seraya menekankan komitmennya untuk terus mendorong kemajuan politik. 

Pernyataan tersebut ia sampaikan pada sesi Fellowship Reham Al-Farra (RAF) PBB 2025, di mana Guterres memperingatkan para jurnalis muda bahwa dunia tengah menghadapi “badai sempurna” berupa konflik, kekacauan iklim, kesenjangan yang semakin dalam, dan kecerdasan buatan yang tidak terkontrol.

Guterres menegaskan bahwa ia tidak akan menyerah dalam upaya mendorong jalur politik baru, menilai bahwa sekadar menghindari kembalinya kekerasan masa lalu “tidak cukup.”

“Sangat penting bahwa kita bergerak ke Fase Dua, dan bahwa hasil akhirnya adalah solusi dua negara… Tidak akan ada perdamaian di Timur Tengah tanpa penentuan nasib sendiri bagi rakyat Palestina,” ujarnya, dikutip dari Anadolu, Senin, 8 Desember 2025.

Ia menambahkan, bahkan jika Dewan Keamanan gagal mencapai kemajuan, ia “tidak akan diam” ketika perkembangan situasi menjauh dari hukum internasional dan Piagam PBB.

Dalam pemaparannya, Guterres menggambarkan situasi global yang jauh lebih berbahaya dibanding saat ia mulai menjabat pada 2017. Ia menyinggung perang Rusia-Ukraina, tingkat kematian dan kehancuran di Gaza, eskalasi kekerasan di Sudan, Myanmar, dan Sahel, serta penyebaran terorisme di Afrika.

Ia mengecam ketidakmampuan Dewan Keamanan bertindak, menyebutnya “lumpuh” dan secara struktural ketinggalan zaman, tanpa representasi permanen dari Afrika maupun Amerika Latin serta sistem veto yang “melindungi pelanggaran hukum internasional.”

Mengenai isu iklim, Guterres menyampaikan peringatan keras, menyatakan: “Generasi saya telah gagal dalam aksi iklim.”

Ia mengatakan dunia menuju skenario kenaikan suhu di atas 1,5°C dengan konsekuensi besar bagi kesehatan manusia, ketahanan pangan, dan stabilitas global. Komitmen pengurangan emisi nasional saat ini hanya setara 10% pada 2035, jauh dari kebutuhan 60% yang dipersyaratkan, tambahnya.

Menjawab pertanyaan dari peserta, Guterres menyebut bahwa PBB tengah mendorong reformasi untuk memperkuat suara negara-negara Global South, namun perubahan tersebut bergantung pada keputusan negara anggota.

“Kekuasaan tidak pernah diberikan. Kekuasaan diambil,” katanya.

Ia menekankan bahwa ekonomi berkembang seperti Brasil, India, Tiongkok, dan Indonesia kini memiliki proporsi output global yang meningkat, sementara struktur tata kelola internasional masih mencerminkan dunia tahun 1945.

Guterres memperingatkan bahwa pemotongan kontribusi untuk bantuan kemanusiaan dan pembangunan termasuk oleh Amerika Serikat dan donor besar lainnya telah menciptakan “bencana mendalam” bagi komunitas yang menghadapi kelaparan, runtuhnya layanan kesehatan, dan infrastruktur penting yang kolaps.

Untuk beradaptasi, badan-badan PBB kini mengonsolidasikan rantai pasok dan logistik guna menghemat sumber daya sebanyak mungkin bagi populasi terdampak krisis.

Menanggapi keraguan generasi muda terhadap institusi multilateral, Guterres menyerukan perubahan melalui perjuangan, bukan penolakan.

“Tidak ada solusi untuk isu global tanpa institusi multilateral yang kuat… Jawabannya bukan menghancurkannya, tetapi mengubahnya,” tegasnya.

Baca juga:  Negara-Negara Mayoritas Muslim Desak Implementasi Rencana Trump untuk Gaza

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Willy Haryono)