Ilustrasi Pohon Natal. Dok. MI
#OnThisDay 26 Desember: Mengulik Sejarah Boxing Day di Inggris dari Era Victoria Hingga Sepak Bola
Whisnu Mardiansyah • 26 December 2025 10:29
Jakarta: Setiap 26 Desember, sehari setelah perayaan Natal, Inggris dan negara-negara Persemakmuran memasuki hari libur yang sarat sejarah. Boxing Day atau Hari Bingkisan. Hari ini menyimpan tradisi yang berlapis, mulai dari akar solidaritas sosial era Victoria, gemerlap pertandingan sepak bola, hingga hiruk-pikuk pusat perbelanjaan.
Sejarah Boxing Day
Nama Boxing Day kerap disalahartikan berkaitan dengan olahraga tinju. Padahal, istilah ini berakar pada kata "box" atau kotak, merujuk pada dua tradisi filantropis yang berkembang pada abad ke-17 hingga ke-19.
Pertama, tradisi keagamaan terkait Santo Stefanus, martir Kristen pertama yang diperingati setiap 26 Desember. Sepanjang tahun, gereja-gereja mengumpulkan sumbangan dalam kotak amal (alms box) yang kemudian dibuka dan dibagikan kepada kaum miskin pada hari itu.
Kedua, tradisi sosial dalam rumah tangga bangsawan. Para pelayan dan pekerja yang bertugas pada Hari Natal baru mendapat libur pada 26 Desember. Sebagai bentuk apresiasi, majikan memberikan "Christmas Box" sebuah kotak berisi uang, makanan, atau barang kebutuhan. Para pekerja pulang membawa kotak inilah yang kemudian memunculkan sebutan Boxing Day.
"Tradisi ini mencerminkan struktur sosial era Victoria, di mana kesejahteraan pekerja sangat bergantung pada kemurahan hati majikan," jelas seorang sejarawan sosial Inggris, seperti dikutip dari arsip abad ke-19.
Transformasi dari Amal ke Gelanggang Olahraga dan Belanja
Seiring waktu, wajah Boxing Day berubah. Semangat berbagi menemukan ekspresi baru dalam budaya massa modern, terutama melalui dua pilar utama olahraga dan belanja.
Sepak bola menjadi ikon Boxing Day yang tak terbantahkan. Sejak akhir abad ke-19, 26 Desember menjadi hari pertandingan tradisional di liga-liga Inggris. Rangkaian pertandingan Liga Primer Inggris di hari ini menjadi ritual tahunan yang dinanti jutaan penggemar di seluruh dunia. Selain sepak bola, pacuan kuda, rugbi, dan kriket turut memeriahkan.
Di sisi lain, Boxing Day Sale menjelma menjadi fenomena ekonomi raksasa. Toko-toko menawarkan diskon besar-besaran untuk menghabiskan stok akhir tahun, menarik antrean panjang pengunjung. Di Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, hari ini sering menjadi puncak omzet penjualan ritel. Maraknya belanja daring memperluas tradisi ini menjadi "Boxing Week".

Suasan pertandingan liga Inggris Aston Villa vs Manchester United (Foto: Ben STANSALL / AFP)
Tradisi Boxing Day hidup dan beradaptasi di berbagai negara Persemakmuran Inggris dengan karakter unik. Di Australia dan Selandia Baru, identik dengan Uji Kriket Boxing Day di Melbourne dan lomba layar Sydney to Hobart Yacht Race.
Di Kanada:, menjadi hari belanja terbesar, setara dengan "Black Friday" di Amerika Serikat. Sementara di Afrika Selatan dikenal sebagai "Day of Goodwill" (Hari Niat Baik), menekankan kembali semangat berbagi. Terakhir di Irlandia dan Eropa, lebih menonjolkan aspek keagamaan sebagai Hari Santo Stefanus atau "Hari Kedua Natal".
Di balik transformasinya, inti Boxing Day tetap sama, jeda. Dahulu, jeda itu untuk pelayan yang telah bekerja keras; kini, untuk semua orang. Nilai kebersamaan dan berbagi tetap hidup, meski diekspresikan melalui cara berbeda dari kotak amal gereja menjadi diskon di pusat perbelanjaan, dari bingkisan majikan menjadi ritual menonton sepak bola bersama keluarga.
*Pengerjaan artikel berita ini melibatkan peran kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan kontrol penuh tim redaksi.