Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky tiba di Paris, Prancis. Foto: Anadolu
Paris: Dalam langkah tegas mendukung Ukraina, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengumumkan paket bantuan militer baru senilai 2 miliar euro atau sekitar Rp35 triliun selama konferensi pers bersama Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Élysée Palace, pada Rabu 26 Maret 2025.
Pengumuman ini sekaligus menjadi penanda meningkatnya komitmen Eropa menjelang KTT Keamanan Ukraina yang digelar Kamis, 27 Maret 2025.
“Bantuan ini akan memungkinkan pengiriman segera sistem pertahanan udara, artileri, dan amunisi dari stok militer Prancis,” jelas Macron dikutip dari France 24, Rabu, 26 Maret 2025.
Langkah tersebut merupakan respons atas serangan drone Rusia yang melanda wilayah Dnipro, Kharkiv, dan Sumy semalam, di mana 56 dari 117 drone berhasil ditembak jatuh pertahanan udara Ukraina.
Persiapan KTT dan dinamika diplomasi
KTT Paris akan menjadi ajang penting bagi 25 pemimpin Eropa, termasuk Kanselir Jerman, Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, untuk membahas berbagai aspek krusial terkait masa depan Ukraina.
Pertemuan ini difokuskan pada penyusunan paket jaminan keamanan jangka panjang yang dapat melindungi kedaulatan Ukraina pascakonflik. Selain itu, para pemimpin juga akan membahas mekanisme pengawasan gencatan senjata yang efektif serta menyusun skema komprehensif untuk rekonstruksi wilayah yang hancur akibar perang.
Macron menegaskan pentingnya kesiapan Eropa menghadapi berbagai skenario perkembangan situasi.
“Kita harus mempersiapkan diri untuk tiga kemungkinan: keberhasilan gencatan senjata, kebuntuan diplomasi, atau bahkan eskalasi konflik yang lebih luas,” ujarnya.
Pernyataan ini disampaikan menyusul laporan intelijen Prancis yang mengindikasikan persiapan Rusia untuk melancarkan ofensif besar-besaran di wilayah Donbas pada musim semi ini.
Tantangan diplomasi dan respons internasional
Proses perdamaian menghadapi jalan terjal saat Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengakui kompleksitas penyelarasan kepentingan semua pihak yang terlibat. Sementara itu, Moskow melalui juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, secara tegas menolak tawaran gencatan senjata selama 30 hari dari Ukraina, dengan menyebut inisiatif tersebut bagian dari manuver propaganda belaka.
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Zelensky menekankan bahwa Ukraina membutuhkan lebih dari sekadar bantuan senjata.
“Yang kami butuhkan adalah jaminan keamanan yang konkret dan berkelanjutan dari komunitas internasional,” tegasnya.
Meski mengapresiasi dukungan Prancis, pemimpin Ukraina itu menegaskan pentingnya komitmen yang sama kuatnya dari seluruh anggota aliansi NATO.
Wacana pengiriman pasukan dan implikasinya
Rencana pengiriman misi militer Eropa ke Ukraina pascagenjatan senjata terus menjadi bahan pembahasan intensif. Macron menegaskan bahwa kehadiran pasukan Eropa nantinya akan bersifat defensif semata.
“Mereka akan bertugas memantau pelaksanaan gencatan senjata, bukan terlibat dalam operasi tempur,” jelasnya.
Namun, pakar keamanan Eropa memperingatkan potensi risiko eskalasi jika Rusia memandang hal ini sebagai ancaman langsung terhadap kepentingannya.
Sementara itu, di tengah persiapan KTT, Zelensky mengungkapkan harapannya untuk mendapatkan dukungan lebih besar dari mitra Eropa.
“Ini adalah momen penentu dimana Eropa harus menunjukkan persatuannya yang kokoh,” ujarnya.
Pertemuan Paris ini diharapkan dapat menghasilkan kerangka kerja keamanan yang jelas untuk melindungi Ukraina dari agresi di masa depan.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)