Helikopter Tiongkok disebut Filipina melakukan manuver berbahaya di Laut China Selatan pada 18 Februari 2025. (Anadolu Agency)
Manila: Amerika Serikat (AS) mengutuk aksi "berbahaya" yang dilakukan helikopter angkatan laut Tiongkok terhadap pesawat pemerintah Filipina yang sedang melakukan patroli di perairan sengketa di Laut China Selatan. Pernyataan ini disampaikan oleh Duta Besar AS untuk Manila, MaryKay Carlson, pada Rabu 19 Februari 2025.
Dalam sebuah unggahan di media sosial X, Carlson menyerukan kepada Tiongkok untuk "menghentikan tindakan koersif dan menyelesaikan perselisihan melalui cara damai sesuai dengan hukum internasional."
Pernyataan tersebut muncul setelah Filipina menyatakan keprihatinan mendalam atas tindakan "tidak profesional dan ceroboh" yang dilakukan helikopter angkatan laut Tiongkok.
Insiden di Dekat Scarborough Shoal
Melansir dari The Straits Times, insiden tersebut terjadi ketika helikopter angkatan laut Tiongkok melakukan manuver berbahaya dengan terbang dalam jarak dekat dari pesawat pemerintah Filipina yang tengah melakukan pengawasan di atas Scarborough Shoal. Tindakan tersebut dinilai membahayakan keselamatan pilot serta penumpang pesawat.
Filipina menyatakan akan mengajukan protes diplomatik terhadap tindakan tersebut.
"Filipina memiliki kedaulatan dan yurisdiksi yang tak terbantahkan atas Bajo de Masinloc," demikian pernyataan resmi Dewan Maritim Filipina, menggunakan nama lokal untuk Scarborough Shoal di
Laut China Selatan.
Sebaliknya, Tiongkok membantah laporan Filipina dan menuduh pesawat negara tersebut "secara ilegal menerobos" wilayah udara Tiongkok. Beijing juga menuding Manila menyebarkan "narasi yang salah" terkait insiden tersebut.
Perselisihan di Laut China Selatan
Scarborough Shoal, yang dinamai berdasarkan kapal Inggris yang kandas di atol tersebut hampir tiga abad lalu, merupakan salah satu titik sengketa maritim paling panas di Laut China Selatan. Perairan ini telah menjadi lokasi berbagai bentrokan antara Tiongkok dan Filipina dalam beberapa tahun terakhir.
Tiongkok mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan sebagai bagian dari kedaulatannya, meskipun klaim ini bertentangan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Laut ini merupakan jalur perdagangan vital dengan nilai lebih dari 3 triliun dolar AS per tahun.
Namun, pada tahun 2016, Mahkamah Arbitrase Permanen di Den Haag membatalkan klaim luas Tiongkok atas Laut China Selatan dalam putusan yang menguntungkan Filipina.
Kendati demikian, Beijing hingga kini menolak untuk mengakui keputusan tersebut dan tetap menguatkan kehadirannya di kawasan tersebut. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Filipina dan AS Gelar Patroli Gabungan di Laut China Selatan, Tiongkok Meradang