Hamas Nyatakan Siap Negosiasi Baru Demi Gencatan Senjata Penuh

Hamas siap gencatan senjata asal ada jaminan penghentian perang secara penuh. Foto: Anadolu

Hamas Nyatakan Siap Negosiasi Baru Demi Gencatan Senjata Penuh

Fajar Nugraha • 2 June 2025 16:53

Gaza: Hamas menyatakan kesiapannya untuk segera memulai kembali perundingan tidak langsung dengan Israel guna menyelesaikan sejumlah poin perselisihan yang masih menghambat tercapainya gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.

Pernyataan ini disampaikan pada Minggu 1 Juni 2025, sehari setelah kelompok tersebut menyerahkan tanggapan resmi terhadap proposal gencatan senjata yang diinisiasi oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.

Meskipun tanggapan Hamas ditolak oleh Israel dan utusan AS, kelompok perlawanan Palestina itu tetap menyambut baik upaya mediasi yang terus dilakukan oleh Qatar dan Mesir. 

“Kami siap memulai negosiasi tidak langsung segera untuk mencapai kesepakatan atas poin-poin yang diperselisihkan, yang menjamin bantuan bagi rakyat kami, mengakhiri bencana kemanusiaan, dan menuju gencatan senjata permanen serta penarikan penuh pasukan pendudukan,” kata Hamas dalam pernyataan resminya, seperti dikutip Malay Mail, Senin 2 Juni 2025.

Sebelumnya, Mesir dan Qatar dalam pernyataan bersama menyatakan harapan agar kesepakatan sementara selama 60 hari dapat segera tercapai sebagai pintu masuk menuju gencatan senjata jangka panjang. Kedua negara, yang bekerja sama erat dengan Amerika Serikat, menegaskan tekad mereka untuk mengatasi hambatan negosiasi yang masih berlangsung.

Mereka juga mengimbau semua pihak untuk “bertindak dengan penuh tanggung jawab” dan mendukung upaya mediasi demi memulihkan stabilitas di Gaza dan kawasan sekitarnya.

Isi proposal dan saling tolak

Dalam proposalnya, Steve Witkoff mengusulkan kesepakatan yang mencakup pembebasan sebagian sandera baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal serta pelaksanaan pembicaraan substantif lanjutan menuju gencatan senjata permanen. Namun, ia menilai tanggapan Hamas sebagai “sama sekali tidak dapat diterima”.

Sementara itu, Hamas tidak secara terbuka mengungkap isi tanggapannya, namun menegaskan bahwa posisinya didasarkan pada tiga prinsip utama, gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, akses kemanusiaan tanpa batas ke wilayah tersebut

Hamas juga menyatakan kesiapan untuk membebaskan semua sandera Israel melalui satu pertukaran menyeluruh, asalkan perang dihentikan dan para tahanan Palestina dibebaskan.

Israel tambahkan syarat baru

Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tetap menolak seruan internasional untuk gencatan senjata penuh. Ia mendorong kesepakatan sebagian serta mengajukan syarat baru, termasuk pelucutan senjata faksi-faksi perlawanan Palestina.

Langkah ini menuai kritik dari oposisi dalam negeri, yang menuding Netanyahu menggunakan perang untuk mempertahankan kekuasaan dan membuka jalan menuju pendudukan kembali Gaza.

Sejak Oktober 2023, ofensif Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 54.400 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak. Organisasi kemanusiaan global memperingatkan meningkatnya risiko kelaparan di wilayah yang kini porak-poranda dan penuh pengungsian darurat.

Netanyahu juga menghadapi tekanan hukum internasional. Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel juga tengah menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas serangan brutalnya terhadap warga sipil Gaza.


(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)