Forum diskusi yang digelar PB IMSU di Wisma Kementerian Agama, Jakarta. Foto: Istimewa.
Jakarta: Era keterbukaan informasi memunculkan tantangan dalam banyak hal, tak terkecuali gerakan kritis mahasiswa dalam bentuk demonstrasi. Sebagai salah satu elemen masyarakat yang harus terus menjaga nalar kritis, mahasiswa dinilai perlu mencegah dari jebakan anarkisme.
Bagaimana mencari model gerakan kritis agar tetap efektif pun menjadi bahan diskusi yang digelar Pengurus Besar Ikatan Mahasiswa Sumatra Utara (PB IMSU) di Wisma Kementerian Agama, Jakarta, Minggu, 18 Mei 2025. Forum ini mengangkat tajuk 'Anarkisme dalam Demonstrasi: Energi Perlawanan atau Ancaman Gerakan'.
"Gerakan mahasiswa harus terus relevan, rasional, dan terarah. Pertanyaan hari ini adalah: Apakah tindakan anarkis masih relevan dalam perjuangan kita saat ini? Apakah ia justru memperkuat pesan perjuangan atau malah menjauhkan aspirasi kita dari perhatian publik dan pembuat kebijakan?" ucap Ketua Umum PB ISMU, Lingga Pangayumi Nasution, Minggu, 18 Mei 2025.
Menurut dia, gagasan ini sengaja diangkat untuk menjawab keresahan yang berkembang di tengah dinamika gerakan kritis mahasiswa. Khususnya, terkait kecenderungan munculnya tindakan-tindakan yang mengarah pada anarkisme.
Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Senat Mahasiwa Hukum Indonesia (PP Ismahi) Dedi Sofhan mengungkapkan meski
demonstrasi dijamin undang-undang, anarkisme tidak pernah dibenarkan dalam sistem hukum Indonesia. Ia juga mengingatkan tindakan anarkistis dapat mengakibatkan pidana dan menjadi preseden buruk bagi gerakan sipil.
"Tindakan anarkis bukan hanya melanggar hukum pidana, tapi juga menjadi preseden buruk yang mencoreng wajah gerakan mahasiswa dan sipil yang selama ini memperjuangkan keadilan dengan cara-cara beradab," ungkap Dedi.
Sementara itu, Tim Kajian dan Gerakan Dewan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (DEMA PTKIN) Muhammad Arya Pradana menilai penggunaan kekerasan dalam aksi hanya akan menciptakan distorsi dalam penyampaian tuntutan.
Ia mencontohkan demonstrasi peristiwa Hari Buruh pada 1 Mei 2025 yang berujung bentrokan dan pengrusakan dengan aksi mahasiswa terkait Hari Pendidikan Nasional di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Aksi terkait Hari Pendidikan Nasional dinilai lebih efektif dan mendapat sorotan media secara substantif.
"Ketika aksi berubah menjadi anarki, kita kehilangan simpati publik, perhatian media pun bergeser dari substansi tuntutan ke kericuhan. Gerakan yang terstruktur, tertib, dan justru berhasil menyampaikan pesan kepada kementerian dan mendapat respons luas dari media," ungkap Arya.
Kesimpulannya, kata dia, menjaga etika dan strategi dalam berdemonstrasi menjadi penting, terutama di tengah era keterbukaan informasi. Seluruh elemen gerakan diajak terus berpikir kritis, bertindak strategis, dan menghindari jebakan anarkisme demi masa depan demokrasi yang sehat dan beradab.