Dari Palang Pintu sampai CCTV, Ini Segala Infrastruktur Perlintasan Kereta Api

Ilustrasi perlintasan jalan sebidang. Foto: Medcom.id/Christian.

Dari Palang Pintu sampai CCTV, Ini Segala Infrastruktur Perlintasan Kereta Api

Riza Aslam Khaeron • 20 May 2025 16:22

Magetan: Kecelakaan tragis kembali terjadi di perlintasan kereta api. Pada Senin, 19 Mei 2025, Kereta Malioboro Ekspres dari Yogyakarta menabrak tujuh sepeda motor di perlintasan resmi JPL 08 Km 176+586 di wilayah Stasiun Magetan.

Empat orang tewas, dan empat lainnya mengalami luka-luka. Menurut Kapolres Magetan, AKBP Raden Erik Bangun Prakasa, perlintasan dibuka oleh petugas saat kereta masih melintas.

"Masyarakat yang sudah menunggu di perlintasan ini masuk ke dalam perlintasan dan terserempet oleh kereta Malioboro Express tersebut," ujar Erik, Senin, 19 Mei 2025.

Kecelakaan ini menambah panjang daftar insiden maut di titik persilangan jalur kereta dan jalan raya. Lalu, bagaimana sebenarnya infrastruktur pengaman yang tersedia di perlintasan kereta di Indonesia?
 

Palang Pintu Manual dan Otomatis


Foto: Palang pintu perlintasan kereta Api. (Dok. Dinas Perhubungan Kabupaten Tulungagung)

Palang pintu adalah penghalang mekanis yang menutup jalan ketika kereta akan lewat. Palang manual dioperasikan oleh petugas penjaga secara langsung, biasanya dengan tuas atau engkol. Sementara itu, palang otomatis digerakkan secara elektrik dan terintegrasi dengan sistem persinyalan atau sensor kedatangan kereta.

Kedua jenis palang pintu ini berfungsi menghentikan lalu lintas jalan ketika kereta lewat, dan umumnya dilengkapi dengan lampu merah berkedip serta alarm suara sebagai peringatan dini.

Palang pintu manual masih banyak ditemui di perlintasan-perlintasan kecil atau di daerah, sedangkan palang otomatis mulai diterapkan di perlintasan yang lebih sibuk atau pada jalur kereta modern.

Hingga 2024, dari total 3.693 titik perlintasan di Jawa dan Sumatra, baru 1.883 titik (sekitar 51 persen) yang dijaga. Sisanya, 1.810 titik, tidak memiliki penjaga maupun palang pengaman. Perlintasan tak berpalang ini menyumbang sebagian besar kasus kecelakaan.
 

Alarm Sirine dan Lampu Merah Berkedip


Foto: Lampu merah kedap-kedip di perlintasan Kereta Api. (Youtube/Aldio Yudha Trisandy)

Sistem alarm audio (sirine/klakson perlintasan) dan lampu sinyal (biasanya lampu merah kedip) merupakan perlengkapan standar di perlintasan kereta api. Ketika kereta mendekat, sirine akan berbunyi nyaring dan lampu merah mulai berkedip sebagai tanda peringatan bagi pengendara untuk berhenti.

Perangkat ini biasanya aktif secara otomatis melalui sensor kereta atau diaktifkan oleh petugas, beberapa waktu sebelum kereta tiba.

Lampu peringatan sering dipasang ganda menghadap kedua arah lalu lintas jalan. Kombinasi sirine dan lampu merah berkedip memberikan peringatan visual dan auditori agar pengguna jalan waspada dan tidak menerobos.

Fasilitas ini umumnya mulai bekerja dalam jarak ratusan meter sebelum kereta mencapai perlintasan, memberikan jeda waktu yang cukup untuk menutup palang dan menghentikan lalu lintas.
 

CCTV dan Penegakan Hukum Elektronik


Foto: Tangkapan layar rekaman CCTV di perlintasan kereta Jawa Timur. (Dok. Jawa Timur)

Banyak perlintasan kini dipantau dengan Closed-Circuit Television (CCTV) untuk meningkatkan pengawasan. Kamera CCTV dipasang di sekitar perlintasan guna memonitor arus lalu lintas dan perilaku pengguna jalan. Data video ini bermanfaat untuk beberapa hal:
  1. Membantu petugas perlintasan memantau kondisi di kedua sisi palang.
  2. Merekam bukti jika terjadi kecelakaan atau pelanggaran
  3. Mendukung penegakan hukum secara elektronik.
PT KAI bekerja sama dengan kepolisian telah mulai menerapkan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di sejumlah perlintasan, di mana pelanggar (misalnya pengendara yang menerobos palang tertutup) dapat terekam kamera dan ditilang secara elektronik.

Sistem ini diharapkan memberi efek jera karena pelanggaran aturan di perlintasan dapat dikenai sanksi hukum (denda hingga Rp750 ribu atau kurungan 3 bulan sesuai UU No.22/2009)
 

Early Warning System (EWS)

EWS adalah sistem peringatan dini yang membantu memberikan sinyal lebih awal akan datangnya kereta, baik kepada petugas penjaga maupun pengguna jalan. Teknologi ini biasanya menggunakan sensor jarak jauh di jalur kereta (misalnya radar, kamera deteksi, atau pengait sinyal) beberapa ratus meter sebelum perlintasan.

Sebagai contoh, Dinas Perhubungan di Surabaya mengimplementasikan EWS dengan kamera deteksi yang ditempatkan 500–1000 meter dari perlintasan; saat kereta terdeteksi melintas sensor tersebut, sistem akan otomatis mengirim peringatan ke gardu penjaga dan mengaktifkan sirine/lampu lebih awal.

Dengan peringatan lebih dini, petugas memiliki waktu cukup untuk menutup palang dan memastikan tidak ada kendaraan terjebak di rel.
 

Rambu dan Marka


Foto: Rambu-rambu di perlintasan kereta api. (Dok. Pemerintahan Kota Pekalongan)

Fasilitas non-elektronik juga penting sebagai pengaman pasif. Rambu perlintasan kereta api dipasang sebelum lokasi lintasan sebidang, misalnya rambu berbentuk lingkaran atau segitiga dengan simbol lokomotif, serta rambu STOP atau palang St. Andreas (rambu silang X) yang menandai adanya perlintasan.

Rambu ini mengingatkan pengemudi untuk berhenti saat sinyal berbunyi atau palang tertutup.

Di permukaan jalan, marka juga dibuat, seperti garis berhenti sebelum perlintasan dan marka zig-zag atau tulisan peringatan, untuk memberi panduan jarak aman berhenti. Marka jalan membantu meningkatkan kewaspadaan pengemudi saat mendekati rel.

Pemerintah juga menempatkan papan informasi yang memuat nomor identifikasi perlintasan dan telepon pengaduan PT KAI di sekitar perlintasan resmi, sehingga jika terjadi keadaan darurat (misal kendaraan mogok di rel) warga dapat segera menghubungi petugas kereta.
 

Petugas Jaga


Foto: Petugas jaga perlintasan kereta api. (Balintawak)

Penjaga perlintasan adalah personel khusus yang bertugas mengoperasikan palang pintu dan memastikan keamanan lalu lintas saat kereta lewat. Di perlintasan sebidang resmi (terutama di jalan kelas provinsi/nasional atau jalur kereta sibuk), biasanya disediakan petugas jaga 24 jam.

Petugas ini umumnya merupakan pegawai PT KAI atau Dinas Perhubungan setempat, tergantung kesepakatan pengelolaan. Tugas mereka meliputi memantau jadwal kedatangan kereta (melalui telepon/sistem sinyal), menutup dan membuka palang pada waktu yang tepat, membunyikan alarm jika perlu, serta mengatur lalu lintas jika terjadi kemacetan di sekitar rel.

Kehadiran penjaga sangat efektif mencegah pelanggaran; apabila ada pengguna jalan yang mencoba nekat menerobos, petugas dapat segera memberi peringatan langsung. Namun, tidak semua perlintasan memiliki penjaga.

Banyak perlintasan tak terjaga (terutama perlintasan liar atau jalan kecil) yang hanya mengandalkan rambu dan lampu otomatis, tanpa kehadiran personel.
 
Baca Juga:
Kecelakaan Kereta, Lebih Banyak di Perlintasan Legal atau Ilegal?
 

Flyover, Underpass, dan Penutupan Lintasan Liar


Foto: Flyover Djuanda di Bekasi. (Dok. Humas BPPJN Jawa Timur - Bali)

Pemerintah melalui Ditjen Perkeretaapian Kemenhub dan pemerintah daerah terus membangun infrastruktur perlintasan tidak sebidang untuk menggantikan perlintasan sebidang berisiko tinggi. Pada periode 2018–2021 saja, telah dibangun 18 lokasi flyover/underpass di berbagai titik perlintasan kereta api prioritas.

Selain itu, disediakan pula jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki atau pengendara sepeda motor di 24 lokasi selama periode tersebut.

Pembangunan jembatan atau terowongan ini bertujuan menghilangkan konflik langsung antara kereta dan kendaraan, sehingga praktis menihilkan kemungkinan tabrakan di titik yang bersangkutan.

Proyek flyover/underpass biasanya diprioritaskan di jalur kereta yang padat lalu lintas dan jalan raya yang ramai (contoh: perlintasan di tengah kota atau jalur nasional). Salah satu contohnya adalah Flyover Djuanda di Bekasi yang dibangun sejak 2022 untuk mengurai kemacetan dan risiko di perlintasan KRL Beka

Selain itu, penutupan perlintasan liar terus dilakukan. Tahun 2023, KAI menutup 107 titik, dan hingga 12 Agustus 2024, 130 titik tambahan berhasil ditutup. 

“KAI telah melakukan penutupan sebanyak 107 titik perlintasan pada tahun 2023. Selanjutnya pada periode Januari hingga 12 Agustus 2024, KAI berhasil menutup 130 titik perlintasan,”kata EVP of Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024. Penutupan ini dilakukan sesuai amanat UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 94. 

“Perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup,” lanjutnya.

Dengan kombinasi teknologi, pembangunan infrastruktur, dan pengawasan hukum, upaya keselamatan di perlintasan kereta terus ditingkatkan. Namun, tanpa disiplin dari pengguna jalan, semua sistem pengamanan bisa sia-sia. Edukasi publik dan penegakan hukum yang konsisten menjadi bagian tak terpisahkan dari perlindungan nyawa di titik-titik berisiko tersebut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Rodhi Aulia)