Arti Asap Hitam dan Putih dalam Konklaf: 7 Fakta Menarik dari Balik Cerobong Kapel Sistina

Asap hitam keluar dari cerobong asap di atas Kapel Sistina. Foto: Vatican News

Arti Asap Hitam dan Putih dalam Konklaf: 7 Fakta Menarik dari Balik Cerobong Kapel Sistina

M Rodhi Aulia • 8 May 2025 12:31

Jakarta: Vatikan kembali menjadi pusat perhatian dunia saat konklaf digelar di Kapel Sistina untuk memilih pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Satu simbol yang selalu dinanti umat Katolik saat konklaf adalah kemunculan asap—baik hitam maupun putih—yang mengepul dari cerobong. Asap ini menjadi penanda penting, mewakili harapan, doa, dan proses pemilihan yang berlangsung tertutup.

Pada Rabu, 7 Mei 2025 pukul 21.00 waktu setempat, asap hitam mengepul dari cerobong Kapel Sistina. Artinya, belum ada paus baru yang terpilih dalam konklaf hari pertama. Meski demikian, tidak ada kekecewaan yang mendalam dari umat Katolik. 

Sejak berabad-abad lalu, sinyal asap dalam konklaf bukan hanya tradisi, tetapi juga simbol komunikasi sakral dari balik dinding konklaf yang tertutup rapat. Seiring waktu, tradisi ini terus disempurnakan agar bisa lebih mudah dipahami publik, bahkan dari kejauhan.

Berikut adalah tujuh fakta menarik seputar arti, sejarah, dan teknologi di balik asap hitam dan putih saat konklaf berlangsung:

1. Asap Sebagai Komunikasi Tertutup yang Sakral

Asap yang mengepul dari cerobong Kapel Sistina adalah satu-satunya cara bagi dunia luar untuk mengetahui hasil pemungutan suara konklaf. Jika asapnya berwarna hitam, berarti belum ada kandidat yang memperoleh suara dua pertiga. Jika asap putih muncul, itu tanda resmi bahwa seorang paus baru telah terpilih. Setelahnya, dunia mendengar pengumuman “Habemus papam” dari balkon Basilika Santo Petrus.

Baca juga: Konklaf Hari Pertama Belum Ada Hasil, Tokoh-tokoh Ini Masih Berpeluang Jadi Paus

2. Satu Suara di Hari Pertama, Empat Suara Setiap Hari Berikutnya

Para kardinal melakukan pemungutan suara dengan sistem rahasia. Hari pertama konklaf hanya diadakan satu kali pemungutan suara, sementara hari-hari berikutnya dilakukan empat kali dalam sehari (dua kali pagi dan dua kali sore) hingga tercapai kesepakatan.

3. Proses Penghitungan Suara yang Rumit dan Sakral

Setiap suara dibacakan oleh tiga pemeriksa. Dua pertama membaca secara diam, sedangkan pemeriksa ketiga membacakannya dengan keras. Surat suara disimpan dengan sistem jarum dan penghitungan dilakukan bersama oleh seluruh kardinal untuk menjaga akurasi dan transparansi internal.

"Segera setelah penghitungan, surat suara dan semua catatan terkait dibakar di tungku di kapel. Warna asap yang keluar dari pipa melalui atap memungkinkan orang banyak yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus mengetahui bagaimana pemungutan suara berlangsung: jika tidak ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas yang dibutuhkan, asapnya berwarna hitam; jika paus baru telah terpilih, asapnya berwarna putih," tulis Britannica yang dikutip, Kamis, 8 Mei 2025.

4. Dari Jerami ke Bahan Kimia: Evolusi Warna Asap

Awalnya, asap hitam atau putih dihasilkan dengan membakar surat suara bersama jerami basah atau kering. Kini, pewarna asap dibuat lebih akurat menggunakan bahan kimia.

 

  • Untuk asap hitam: dicampur kalium perklorat, antrasena, dan belerang.

  • Untuk asap putih: dicampur kalium klorat, laktosa, dan resin kloroform.

5. Masih Sulit Dibedakan, Apalagi Saat Cuaca Buruk

Meskipun bahan kimia sudah digunakan, cuaca buruk atau pencahayaan malam hari bisa membuat warna asap terlihat samar. Situasi ini terjadi pada pemilihan Paus Yohanes Paulus II tahun 1978, yang kemudian mendorong Vatikan menambahkan sinyal lonceng Basilika Santo Petrus mulai tahun 2005 untuk menandai pemilihan paus baru.

6. Pembakaran Surat Suara: Tradisi sejak Abad ke-15

Tradisi membakar surat suara dimulai sejak abad ke-15, tujuannya mencegah manipulasi hasil pemilihan. Kini, selain menjaga kerahasiaan, proses ini juga menjadi bagian penting dari simbolisme transendental dalam konklaf.

7. “Habemus Papam”: Pengumuman yang Menggetarkan Dunia

Setelah paus baru menerima hasil pemilihan dan memilih nama kepausannya, Kardinal Protodikon akan muncul di balkon dan berkata, “Habemus papam” (Latin: Kita memiliki seorang paus). Paus baru kemudian memberikan berkat pertamanya kepada dunia dari balkon yang sama, dengan mengenakan jubah putih sederhana seperti yang dilakukan Paus Fransiskus saat terpilih pada 2013.

Sampai asap putih benar-benar terlihat, dunia akan terus menanti dalam doa dan harapan. Tradisi yang tampak sederhana ini sesungguhnya mengandung makna spiritual dan simbolik yang dalam bagi 1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Rodhi Aulia)