AS Konfirmasi Skema Bantuan Gaza Lewat Kontraktor Keamanan Sipil

Serangan demi serangan terus dilakukan Israel ke wilayah Gaza. Foto: Anadolu

AS Konfirmasi Skema Bantuan Gaza Lewat Kontraktor Keamanan Sipil

Fajar Nugraha • 10 May 2025 16:52

Washington:  Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi peluncuran sistem distribusi bantuan kemanusiaan baru ke Gaza melalui perusahaan swasta, yang akan beroperasi tanpa keterlibatan langsung dari Israel. Langkah ini mendapat kecaman dari badan-badan PBB yang menilai skema tersebut melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan bisa memperburuk situasi di lapangan.

Dalam konferensi pers di Yerusalem, Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, mengatakan bahwa pusat distribusi bantuan akan dijaga oleh kontraktor keamanan sipil, bukan tentara, untuk memastikan bantuan mencapai rakyat Gaza dan tidak disalahgunakan oleh Hamas. Ia menegaskan, “Israel tidak akan terlibat dalam pengiriman maupun distribusi bantuan, tetapi akan mengamankan perimeter lokasi distribusi.”

Namun, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menolak mentah-mentah keterlibatan dalam skema tersebut. Juru bicara Jens Laerke menyatakan, “Kami tidak akan berpartisipasi dalam sistem yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.”

Mengutip dari BBC, Sabtu 10 Mei 2025, sejak awal Maret, Israel menutup total akses bantuan ke Gaza, termasuk makanan, obat, dan bahan bakar, menyebabkan kondisi kemanusiaan memburuk bagi 2,1 juta penduduk. Menurut OCHA, sepertiga dapur umum yang menjadi tumpuan warga terpaksa ditutup dalam dua pekan terakhir karena kekurangan bahan makanan.

Organisasi World Central Kitchen, yang sebelumnya memasok 133.000 porsi makanan per hari, menghentikan operasinya pada Selasa lalu karena kehabisan bahan. Harga tepung melonjak drastis: 25 kg tepung di Gaza City kini mencapai USD415, naik 30 kali lipat dibanding Februari.

Pemerintah AS menyebut sistem baru akan dijalankan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga swasta yang baru dibentuk dan menjanjikan penyaluran bantuan ke 1,2 juta orang. Meski disebut independen dan diawasi ketat, dokumen internal GHF yang dilihat BBC tidak memberikan rincian teknis operasional.

GHF mengklaim akan mendistribusikan bantuan dari empat pusat di wilayah selatan Gaza, namun PBB mengkritik strategi ini sebagai upaya memaksa warga untuk berpindah ke wilayah yang ditentukan. UNICEF menyebutnya sebagai bentuk “umpan kemanusiaan” yang berbahaya bagi anak-anak dan lansia.

“Jika warga harus berjalan kaki ke zona militer untuk mendapatkan bantuan, maka yang paling rentan tidak akan mendapatkannya,” kata juru bicara UNICEF, James Elder.

Penolakan global

Rencana ini muncul di tengah kritik internasional terhadap keputusan Israel yang mengindikasikan niat menguasai Gaza secara permanen dan membatasi akses bantuan. Menteri Urusan Timur Tengah Inggris, Hamish Falconer, memperingatkan bahwa pendekatan baru itu “tidak sejalan dengan prinsip kemanusiaan” dan berpotensi menimbulkan preseden global yang merusak netralitas PBB.

“Prinsip-prinsip kemanusiaan harus diterapkan di setiap zona konflik, tidak boleh diabaikan hanya karena tekanan militer atau politik,” ujarnya di hadapan parlemen.

Saat ini, PBB dan LSM lain menyatakan masih memiliki ratusan ton bantuan yang siap masuk ke Gaza jika Israel membuka kembali perbatasan. Namun tanpa pencabutan blokade, risiko kelaparan massal diprediksi akan semakin besar.

Di tengah krisis, warga Gaza yang tersisa di wilayah utara menolak direlokasi. Di kamp Jabalia, Umm Ahmed berkata, “Setiap hari saya menunggu dengan panci kosong. Kami sudah menderita dua bulan. Saya tidak akan pindah ke Rafah. Lebih baik mati di sini.”

Seorang warga lain, Mohammed, menambahkan, “Istri saya sedang hamil dan sakit, saya bahkan tidak bisa membawanya ke rumah sakit. Bagaimana mungkin saya bisa ke Rafah untuk antre bantuan?”

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)