Warga Gaza dihadapkan pada kehancuran kelaparan akibat serangan Israel. Foto: Anadolu
Gaza: Rencana Israel untuk memperluas operasi militer di Gaza memicu kekhawatiran baru di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah. Pejabat Israel menyatakan rencana tersebut mencakup pengambilalihan wilayah tertentu dan pemindahan warga ke selatan, namun penduduk Gaza menyebut situasi saat ini sangat mengerikan.
Blokade yang berlangsung sejak 2 Maret telah mengakibatkan kelangkaan makanan dan obat-obatan yang akut.
“Setiap hari kami menghadapi pemboman, pengepungan, dan kelaparan,” ujar Awni Awad, seorang pengungsi di Khan Younis, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 6 Mei 2025.
Program Pangan Dunia PBB (FAO) melaporkan stok makanan di Gaza telah habis. Sementara warga seperti Aya al-Skafy kehilangan bayi mereka akibat malnutrisi dan kurangnya akses obat-obatan.
Krisis kemanusiaan yang semakin mendalam
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mencatat 69 persen wilayah Gaza kini masuk dalam zona penyangga atau perintah evakuasi Israel. Di Rafah, 100 persen wilayah dinyatakan sebagai zona terlarang, mempersulit distribusi bantuan.
“Tidak ada tempat yang aman di Gaza,” ujar Mohammed al-Shawa, warga Kota Gaza yang menyebut rencana Israel sebagai upaya mengalihkan perhatian dunia.
Anak-anak menjadi korban paling rentan dalam krisis ini. Umm Hashem al-Saqqa menceritakan kondisi anaknya yang menderita anemia parah akibat kekurangan gizi. Klinik dan apotek kehabisan stok, sementara pasar tidak lagi menjual makanan.
Israel mengklaim blokade dan operasi militer lainnya bertujuan membebaskan sandera dari Hamas, namun warga Gaza menilai tindakan tersebut justru memperburuk penderitaan mereka.
Respons internasional
Menteri keuangan Israel Bezalel Smotrich mendukung rencana perluasan operasi militer sekaligus mengusulkan pemukiman kembali warga Gaza di negara lain, mengacu pada proposal Donald Trump.
Namun, PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya terus mendesak dibukanya akses bantuan secara penuh.
Dunia internasional memantau perkembangan ini dengan cemas, mengingat dampak jangka panjang terhadap stabilitas regional.
Sementara Israel bersikeras pada tujuannya melawan
Hamas, warga Gaza terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang oleh PBB disebut sebagai “bencana kemanusiaan terburuk”. Tanpa intervensi segera, krisis ini diperkirakan akan merenggut lebih banyak korban jiwa, terutama di kalangan anak-anak dan kelompok rentan.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)