M. Iqbal Al Machmudi • 6 September 2025 10:32
Jakarta: Para ilmuwan mengungkap cara baru yang aneh dan rumit yang dilakukan sel-sel terluka, untuk menyembuhkan diri sendiri. Peneliti menemukan bahwa sel dapat membersihkan diri untuk kembali ke keadaan seperti sel punca.
Jalan pintas ini, yang disebut katartositosis, mempercepat regenerasi tetapi meninggalkan limbah yang dapat memicu peradangan kronis dan kanker.
Dalam sebuah studi baru yang menggunakan tikus, para peneliti dari WashU Medicine, Fakultas Kedokteran Universitas Washington, dan Fakultas Kedokteran Baylor di Amerika Serikat menemukan strategi penyembuhan lain yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Dikutip dari SciTechDaily bahwa tim tersebut mengidentifikasi pembersihan seluler yang membantu sel-sel rusak dengan cepat kembali ke bentuk seperti sel punca. Mereka menamai proses yang baru dijelaskan ini katartocytosis.
Temuan yang dipublikasikan di Cell Reports ini berasal dari eksperimen pada cedera lambung. Dengan menggunakan model ini, para ilmuwan dapat meneliti bagaimana sel berhasil atau gagal memperbaiki diri setelah rusak oleh infeksi atau penyakit inflamasi.
"Setelah cedera, tugas sel adalah memperbaiki cedera tersebut. Namun, mesin seluler yang matang untuk melakukan tugas normalnya justru menghalangi," ujar penulis pertama sekaligus asisten profesor kedokteran di Divisi Gastroenterologi di WashU Medicine, Jeffrey W. Brown.
"Jadi, pembersihan sel ini adalah cara cepat untuk menyingkirkan mesin tersebut sehingga dapat dengan cepat menjadi sel kecil dan primitif yang mampu berkembang biak dan memperbaiki cedera. Kami mengidentifikasi proses ini di saluran pencernaan, tetapi kami menduga proses ini juga relevan di jaringan lain," jelasnya.
Para peneliti mencatat bahwa katartositosis berlangsung cepat tetapi tidak teratur, yang dapat menjelaskan mengapa beberapa proses penyembuhan gagal, terutama selama cedera jangka panjang. Jika proses ini terus berlanjut tanpa kendali, seperti selama infeksi, hal itu dapat menyebabkan peradangan kronis dan kerusakan sel yang berkelanjutan, kondisi yang menciptakan lahan subur bagi kanker.
Penumpukan limbah yang dikeluarkan itu sendiri juga dapat berfungsi sebagai penanda untuk melacak atau mendeteksi kanker, kata para peneliti.
Dari Puing-puing yang Terbuang hingga Penemuan
Sejak awal, para peneliti memperhatikan adanya puing-puing di luar sel. Awalnya mereka menganggap hal ini tidak penting, tetapi semakin banyak limbah eksternal yang mereka lihat dalam studi awal, semakin Brown mulai curiga bahwa ada sesuatu yang disengaja.
Ia menggunakan model cedera lambung tikus yang memicu pemrograman ulang sel-sel dewasa ke keadaan sel punca secara bersamaan, memperjelas bahwa respons "muntah" yang kini terjadi di semua sel lambung secara bersamaan merupakan ciri paligenosis, bukan kuman.
Dengan kata lain, proses muntah bukan sekadar tumpahan yang tidak disengaja di sana-sini, melainkan cara standar sel yang baru diidentifikasi dalam berperilaku sebagai respons terhadap cedera.
Meskipun mereka menemukan katartocytosis terjadi selama paligenosis, para peneliti mengatakan sel berpotensi menggunakan katartocytosis untuk membuang limbah dalam situasi lain yang lebih mengkhawatirkan, seperti memberi sel dewasa kemampuan untuk mulai bertindak seperti sel kanker.
Infeksi, Peradangan, dan Kanker
Penelitian lebih lanjut diperlukan, tetapi para penulis menduga bahwa katartositosis dapat berperan dalam memperparah cedera dan peradangan pada infeksi Helicobacter pylori di usus. H. pylori adalah jenis bakteri yang diketahui menginfeksi dan merusak lambung, menyebabkan tukak lambung, dan meningkatkan risiko kanker lambung.
Temuan ini juga dapat mengarah pada strategi pengobatan baru untuk kanker lambung dan mungkin kanker saluran pencernaan lainnya. Brown dan kolaborator di WashU Medicine, Koushik K. Das, MD, seorang profesor kedokteran, telah mengembangkan antibodi yang mengikat bagian-bagian limbah seluler yang dikeluarkan selama katarositosis, menyediakan cara untuk mendeteksi kapan proses ini mungkin terjadi, terutama dalam jumlah besar.
Dengan demikian, katarositosis dapat digunakan sebagai penanda kondisi prakanker yang memungkinkan deteksi dan pengobatan dini.