Skema Tunjangan Angoota DPR Didorong Diubah

Ilustrasi Kompleks Parlemen. Foto: Metrotvnews.com/Fachri.

Skema Tunjangan Angoota DPR Didorong Diubah

Media Indonesia • 20 August 2025 11:27

Jakarta: Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) didorong untuk mengubah skema pemberian tunjangan. Pasalnya skema yang berlaku saat ini berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran. 

Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi mengatakan, pepengubahan skema tunjangan anggota DPR secara transparan oleh pemegang kuasa anggaran. "Tunjangan seharusnya berbasis kebutuhan nyata dan dilaporkan penggunaannya (misalnya dengan skema reimbursement), bukan lump sum tanpa akuntabilitas," kata Badiul dikutip dari Media Indonesia, Rabu, 20 Agustus 2025.

Skema lump sum, lanjut Baidul, tidak sejalan dengan upaya pemerintah mendorong prinsip spending better dalam menggunakan uang negara. Apalagi Bendahara Negara juga kerap kali menyampaikan sistem penganggaran dilakukan berbasis kinerja.

Gaji dan tunjangan para wakil rakyat yang cukup fantastis per bulannya juga menunjukkan kepekaan yang minim terhadap kondisi rakyat yang diwakili. Fasilitas negara juga seharusnya diarahkan untuk memperkuat pelayanan publik, alih-alih memanjakan gaya hidup pejabat publik. 

"Sebaiknya rencana ini dibatalkan, sebagai bentuk keperpihakan pada masyarakat khususnya masyarakat miskin. Ini bisa dialihkan anggarannya utuk peningkatan layanan dasar pendidikan, kesehatan. Termasuk janji 3 juta rumah untuk warga miskin yang belum jelas realisasinya, jauh lebih bijak," terang Badiul.
 

Baca juga: 

Adies Kadir: Gaji Anggota DPR tak Pernah Naik 15 Tahun


Dengan asumsi anggota DPR sebanyak 580 orang dan mendapatkan tunjangan pengganti fasilitas rumah sebesar Rp50 juta, maka dalam setahun uang rakyat yang diberikan kepada anggota DPR mencapai Rp348 miliar. Dalam lima tahun, atau satu periode jabatan, maka uang negara yang dikucurkan sebesar Rp1,74 triliun. 

Sementara, kata Badiul, Sekretaris Jenderal DPR di beberapa kesempatan menyebutkan biaya perawatan rumah jabatan anggota (RJA) berkisar Rp25 juta per unit per tahun. Dus totalnya berkisar Rp12,5 miliar hingga Rp14,25 miliar per tahun jika jumlah anggota DPR sebanyak 580 orang. Dalam lima tahun, maka dana yang dibutuhkan sekitar Rp62 miliar hingga Rp71 miliar.

"Perbandingan, tunjangan perumahan ini 24–28 kali lebih mahal daripada perawatan rutin RJA. Agar seimbang, rehab RJA harus mencapai kurang Rp1,67 triliun, padahal DPR hanya klaim ratusan miliar tanpa detail," terang Badiul.

Nilai gaji dan tunjangan yang besar itu juga dinilai tak sejalan dengan agenda efisiensi yang digaungkan pemerintah. "Pemerintah saat ini sedang getol mendorong efisiensi anggaran, bahkan menekan belanja publik di banyak sektor. Ironisnya, DPR justru menambah fasilitasnya sendiri. Ini memberi sinyal kontradiktif, rakyat diminta berhemat, sementara elite memperluas privilege," tambah Badiul.

Dia menyampaikan kondisi perekonomian masyarakat menengah ke bawah masih lemah. Banyak keluarga kesulitan membeli kebutuhan pokok, membayar kontrakan, bahkan harus berhemat di tengah inflasi. 

"Di sisi lain, wakil rakyat justru mendapat fasilitas setara kontrakan mewah yg seluruhnya dibiayai APBN. Ini berpotensi memperlebar kesenjangan sosial maupun kepercayaan politik," ujar Badiul. (?M. Ilham Ramadhan Avisena)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)