Trump Perpanjang Status 'Darurat Nasional' untuk Myanmar

Donald Trump, 20 Januari 2025. (EFE/EPA/JIM LO SCALZO / POOL)

Trump Perpanjang Status 'Darurat Nasional' untuk Myanmar

Riza Aslam Khaeron • 9 February 2025 11:17

Washington DC: Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memperpanjang status "darurat nasional" untuk Myanmar selama satu tahun ke depan. Perpanjangan ini memungkinkan sanksi era pemerintahan Biden terhadap junta militer Myanmar tetap berlaku di tengah perang saudara yang telah berlangsung sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.

Mengutip Radio Free Asia (RFA) pada Minggu, 9 Februari 2025, Trump menandatangani perpanjangan tersebut dengan alasan bahwa situasi di Myanmar "terus menimbulkan ancaman yang tidak biasa dan luar biasa terhadap keamanan nasional dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat."

Keputusan ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, termasuk pemerintah bayangan Myanmar, National Unity Government (NUG), dan kelompok hak asasi manusia.
 

Dukungan dan Kritik

Zachary Abuza, profesor di National War College Washington, menyambut baik langkah tersebut.

"Saya terkejut perpanjangan ini dilakukan mengingat prioritas pemerintahan saat ini, tetapi saya sangat senang melihatnya diperpanjang. Ini adalah sinyal penting," ujarnya kepada RFA.

Ia juga menyoroti peran Menteri Luar Negeri Marco Rubio yang memiliki rekam jejak positif terkait isu Myanmar.

Di sisi lain, keputusan ini muncul bersamaan dengan hujan kritikan dari kelompok hak asasi manusia, yang menyoroti kebijakan Trump untuk membekukan hampir $40 juta dana bantuan AS bagi kelompok pro-demokrasi Myanmar.

Menurut Human Rights Watch, pembekuan dana ini telah menyebabkan penutupan program-program penting dan penghentian pekerjaan bagi banyak organisasi lokal.

“Pembekuan dana sudah mengganggu program-program penting. Organisasi hak asasi manusia, demokrasi, dan media lokal—banyak di antaranya beroperasi dengan anggaran ketat—terpaksa menutup program, memberhentikan staf, dan mengurangi layanan penting,” kata Human Rights Watch.

“Tanpa intervensi mendesak, banyak yang tidak akan bertahan. Jika hilang, personel berpengalaman dan proyek efektif akan sulit, jika tidak mustahil, untuk dimulai kembali, kehilangan dana ini akan membalikkan kemajuan yang telah diperjuangkan keras dalam perjuangan untuk hak asasi manusia, demokrasi, dan kebebasan pers di Myanmar pasca-kudeta.” tambah organisasi tersebut.
 
Baca Juga:
Iran Siap Berunding dengan AS, Tetapi Tidak di Bawah ‘Tekanan Maksimum’
 

Fokus Geopolitik

Banyar, sekretaris Dewan Eksekutif Interim Negara Bagian Karenni di Myanmar, mengatakan bahwa keputusan ini kemungkinan dipengaruhi oleh kekhawatiran atas pengaruh geopolitik China di Myanmar.

"Pengaruh China atas politik, sosial-ekonomi, dan militer Myanmar semakin nyata," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa dari perspektif Amerika, hubungan erat Myanmar dengan China menjadi ancaman bagi stabilitas geopolitik dan kepentingan ekonomi AS.

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Salai Peter Thang, Wakil Presiden Chin National Organization, yang menyebut bahwa keputusan Trump mencerminkan upaya AS untuk menahan pengaruh China dan Rusia di kawasan tersebut.

“Pada kenyataannya, situasi ini sangat merugikan, tidak hanya bagi demokrasi tetapi juga dalam lanskap geopolitik yang lebih luas, di mana pesaing Amerika seperti China dan Rusia semakin mendapatkan pengaruh tanpa tantangan yang memadai,” katanya kepada RFA.

“Saya berharap untuk melihat kapan Amerika Serikat secara resmi mengakui ini sebagai ancaman terhadap keamanan nasional,” tambah Thang.
 

Respons dari Pemerintah Bayangan Myanmar

Kyaw Zaw, juru bicara NUG, menyambut baik perpanjangan status darurat nasional oleh Trump. "Kami percaya bahwa pengumuman ini tidak mengubah kebijakan luar negeri AS terkait isu Myanmar," katanya.

Ia juga menekankan bahwa situasi di Myanmar memiliki implikasi besar bagi Amerika Serikat, termasuk arus perdagangan narkoba yang berasal dari kawasan tersebut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)