Ilustrasi kilang minyak. Foto: Unsplash.
Tokyo: Lemahnya data ketenagakerjaan dan aktivitas bisnis Amerika Serikat (AS) mendorong melemahnya harga minyak dunia. Ini merupakan tanda perekonomian mungkin sedang melemah di negara konsumen minyak terbesar dunia tersebut.
Melansir
Yahoo Finance, Kamis, 4 Juli 2024, laju minyak mentah berjangka Brent turun 30 sen, atau 0,34 persen, menjadi USD87,04 per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 32 sen, atau 0,38 persen, menjadi USD83,56 pada pukul 00.30 GMT.
Data menunjukkan permohonan tunjangan pengangguran AS yang pertama kali meningkat pada minggu lalu, sementara jumlah orang yang menganggur meningkat lebih jauh ke level tertinggi dalam 2,5 tahun menjelang akhir Juni.
Secara terpisah, laporan Ketenagakerjaan ADP menunjukkan jumlah pekerjaan swasta meningkat sebesar 150 ribu pekerjaan pada bulan Juni, di bawah konsensus yang memperkirakan peningkatan sebesar 160 ribu, dan setelah meningkat sebesar 157 ribu pada Mei.
Indeks manufaktur AS melemah
Sebagai tanda lebih lanjut hilangnya momentum perekonomian, indeks Non-Manufaktur ISM, yang mengukur aktivitas sektor jasa AS, turun ke level terendah dalam empat tahun di 48,8 pada Juni, jauh di bawah konsensus 52,5.
Namun, data ekonomi yang lebih lemah mungkin menambah argumen Federal Reserve untuk mulai menurunkan suku bunga, kata para analis, sebuah langkah yang akan mendukung pasar minyak karena penurunan suku bunga dapat meningkatkan permintaan.
“Perlambatan dalam momentum pertumbuhan akan mendukung dorongan disinflasi dalam beberapa bulan mendatang, membuka jalan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunganya.” tegas kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan.
Melemahnya ekonomi Tiongkok
Di sisi lain, ekonomi Tiongkok yang cenderung stagnan dan tingkat pengangguran yang tinggi juga menjadi faktor penting dalam analisis harga minyak. Data yang dirilis menunjukkan aktivitas bisnis di Tiongkok masih rapuh, meskipun ada langkah-langkah stimulus baru-baru ini. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan permintaan minyak dari importir utama dunia tersebut.
Data indeks manajer pembelian (PMI) yang lemah dari Tiongkok menambah kekhawatiran terhadap permintaan minyak global. Aktivitas manufaktur PMI di negara ini menyusut untuk dua bulan berturut-turut, sementara aktivitas non-manufaktur juga terlihat melemah.
Data PMI tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok menyusut meskipun ada langkah-langkah stimulus baru-baru ini, yang dapat berdampak negatif pada permintaan minyak mentah.