Ahmed al-Sharaa, pemimpin pemberontak Suriah HTS. (EFE)
Marcheilla Ariesta • 30 December 2024 07:49
Damaskus; Penyelenggaraan pemilu di Suriah dapat memakan waktu hingga empat tahun dan penyusunan konstitusi baru dapat memakan waktu tiga tahun. Hal ini diungkapkan Ahmed al-Sharaa, pemimpin pemberontak yang menggulingkan Presiden Bashar al-Assad dari kekuasaan.
Al-Sharaa menyampaikannya dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh media pemerintah Saudi pada Minggu.
“Penyelenggaraan pemilu di Suriah dapat memakan waktu hingga empat tahun,” kata al-Sharaa, dilansir dari France24, Senin, 30 Desember 2024.
Ini pertama kalinya ia mengomentari kemungkinan jadwal pemilu sejak Bashar al-Assad digulingkan bulan ini.
Penyusunan konstitusi baru dapat memakan waktu hingga tiga tahun, kata Sharaa dalam kutipan tertulis dari wawancara dengan penyiar milik pemerintah Saudi Al Arabiya. Ia juga mengatakan, akan memakan waktu sekitar satu tahun bagi warga Suriah untuk melihat perubahan drastis.
Komentar dari al-Sharaa, yang memimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang menggulingkan Assad pada 8 Desember, muncul saat pemerintah baru di Damaskus berusaha meyakinkan negara-negara tetangganya bahwa mereka telah menjauh dari akarnya dalam militansi Islam.
Kampanye kilat kelompok tersebut mengakhiri perang saudara selama 13 tahun, tetapi telah meninggalkan sejumlah pertanyaan tentang masa depan negara multietnis yang sebelumnya disatukan oleh pemerintahan otoriter keluarga Assad selama puluhan tahun.
Sementara kekuatan Barat sebagian besar menyambut baik berakhirnya pemerintahan keluarga Assad di Suriah, masih belum jelas apakah kelompok tersebut akan memberlakukan aturan Islam yang ketat atau menunjukkan fleksibilitas dan bergerak menuju demokrasi.
Sharaa mengatakan HTS, yang sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra, akan dibubarkan pada konferensi dialog nasional.
Kelompok tersebut pernah berafiliasi dengan ISIS dan al-Qaeda tetapi sejak itu telah meninggalkan keduanya dan berusaha memposisikan dirinya kembali sebagai kekuatan untuk moderasi.
Negara itu telah berulang kali berjanji untuk melindungi kelompok minoritas, yang takut para penguasa baru dapat berusaha untuk memaksakan pemerintahan Islamis dan telah memperingatkan adanya upaya untuk memicu pertikaian sektarian.
Dalam wawancara tersebut, al-Sharaa mengatakan, Suriah memiliki kepentingan strategis yang sama dengan Rusia, sekutu dekat Assad selama perang saudara yang panjang yang memiliki pangkalan militer di negara itu, mengulangi sinyal-sinyal damai yang telah dibuat oleh pemerintahnya sebelumnya.
Sharaa mengungkapkan awal bulan ini bahwa hubungan Suriah dengan Rusia harus melayani kepentingan bersama.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, status pangkalan militer Rusia akan menjadi subjek negosiasi dengan pimpinan baru di Damaskus.
"Ini bukan hanya masalah mempertahankan pangkalan atau benteng kita, tetapi juga kondisi operasi, pemeliharaan dan penyediaannya, dan interaksi dengan pihak lokal," kata Lavrov.
Sharaa juga mengatakan dia berharap pemerintahan Presiden terpilih AS Donald Trump akan mencabut sanksi yang dijatuhkan pada Suriah.
Diplomat senior AS yang mengunjungi Damaskus bulan ini mengatakan Sharaa tampak pragmatis dan Washington telah memutuskan untuk menghapus hadiah USD10 juta untuk kepala pemimpin HTS tersebut.
Baca juga: AS Hapus Uang Hadiah untuk Mantan Pemimpin Pemberontak Suriah