Pucuk Pimpinan Golkar Diprediksi Jadi Rebutan

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Pucuk Pimpinan Golkar Diprediksi Jadi Rebutan

Tri Subarkah • 11 August 2024 23:33

Jakarta: Airlangga Hartarto dinilai berhasil menjadikan Partai Golkar sebagai partai politik besar pada kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) D Nicky Fahrizal menyebut Golkar sebagai partai dengan mesin paling optimal untuk Pilkada 2024 karena memiliki kursi DPR daerah yang signifikan.

Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa mundurnya Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar dengan segala prestasinya adalah hal yang tidak dapat dirasionalisasi. Nicky menduga, ada gerakan yang sengaja mengincar pucuk pimpinan Golkar, baik faksi-faksi yang berada di internal maupun dari eksternal.

"Golkar ini mesin yang paling ready, paling optimal karena di legislatif dia sukses, tentu ini sangat menguntungkan sekali bagi kontestasi Pilkada 2024. Maka siapapun yang memegang Golkar, ini akan menguntungkan jagoannya di pilkada," katanya kepada Media Indonesia, Minggu, 11 Agustus 2024.

Kendati demikian, ia mengatakan peran Golkar tak hanya untuk kontestasi Pilkada 2024 saja. Oleh karena itu, mundurnya Airlangga tak semata disebabkan oleh dukungan yang diberikan kepada bakal calon kepala daerah. Pasalnya, arah dukungan Golkar di daerah-daerah kunci seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat sejalan dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
 

Baca juga: Pengamat Duga Ada Intervensi di Balik Mundurnya Airlangga


Nicky menyebut, Golkar juga diperlukan untuk pemerintahan berikunya, yakni menjamin warisan Presiden Joko Widodo yang masa jabatannya akan berakhir pada Oktober mendatang.

"Golkar adalah kunci bagi keberlanjutan kebijakan, program, dan stabilitas pemerintahan, baik di pusat maupun daerah," kata Nicky.

Lebih lanjut, Nicky berharap apa yang terjadi pada Golkar tidak dialami oleh partai politik lainnya. Ia menyinggung, gejala pengendalian partai oleh kekuatan lain sebelumnya juga terlihat dari konflik antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

"Jika apa yang menimpa Golkar dialami oleh partai-partai lain, kita akan memasuki fase yang disebut pembusukan demokrasi. Karena pergantian pimpinan partai bukan melalui apsirasai dari kader anggota. Ini yang berbahaya menurut saya," ungkapnya.

Terpisah, peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan arah dukungan Golkar pada sejumlah pasangan calon kepala daerah berikutnya sangat ditentukan oleh sosok pengganti maupun motif mundurnya Airlangga.

"Jika ada kaitannya dengan faktor intervensi eksternal, (Golkar) akan ikut pihak eksternal tersebut. Jika demikian, pimpinan Golkar atau Golkar itu sendiri tidak lagi memiliki posisi bargaining. Sangat disayangkan partai besar tidak mandiri," ujar Lili.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)