Persetujuan gencatan senjata yang membuka peluang Perundingan Linggarjati. Soetan Sjahrir berada di kanan. foto: wikipedia
Lukman Diah Sari • 15 November 2025 08:59
Jakarta: Tepat pada 79 tahun lalu atau 15 November 1946, Perundingan Linggarjati menjadi salah satu momen diplomasi paling bersejarah bagi Indonesia pada masa awal mempertahankan kemerdekaan. Pada masa itu, delegasi Republik Indonesia dan Belanda mencapai kesepakatan awal yang kelak dikenal sebagai Persetujuan Linggarjati.
Perundingan berlangsung di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat, mulai 11 hingga 15 November 1946. Kesepakatan ini difasilitasi oleh Inggris melalui mediatornya, Lord Killearn, demi meredam ketegangan antara Indonesia dan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan 1945.
Mengutip Ruang Guru, wakil Indonesia dalam Perjanjian Linggajati adalah Sutan Sjahrir, A.K. Gani, Amir Sjarifuddin, Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali Boediardjo. Sementara delegasi Belanda, yaitu Hubertus van Mook dan Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn. Kemudian, delegasi Inggris sebagai penengah atau moderator, yaitu Lord Inverchapel dan Lord Killearen.
Pembahasan berjalan intens, mengingat konflik bersenjata antara kedua pihak terus memanas di berbagai daerah.

Hasil perjanjian linggarjati antara Indonesia-Belanda (medcom.id)
Isi Pokok Kesepakatan
Mengutip Layanan Arsip Statis Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perjanjian Linggarjati ditandatangani pada 15 November 1946 di Istana Merdeka, Jakarta. Setahun setelah perundingan, barulah kedua negara menandatangani perjanjian tersebut. Tepatnya pada, 25 Maret 1947 Perjanjian Linggarjati diresmikan.
Isi Perjanjian Linggarjati:
- Belanda mengakui wilayah Indonesia yang mencakup Jawa, Sumatra, dan Madura. Belanda harus meninggalkan Indonesia sebelum tanggal 1 Januari 1949.
- Indonesia dan Belanda setuju membentuk negara serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat terdiri dari RI, Kalimantan, dan Timur Besar. Pembentukan RIS ini dilangsungkan sebelum 1 Januari 1949.
- RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh Ratu Belanda.
- Kesepakatan tersebut baru ditandatangani secara resmi pada 25 Maret 1947.
Perjanjian Linggarjati (Dok: ANRI)
Dampak Perjanjian Linggarjati
Melansir Medcom.id, Perjanjian Linggarjati memiliki berbagai konsekuensi, baik internal maupun eksternal. Konflik interpretasi antara Indonesia dan Belanda bahkan memicu pecahnya Agresi Militer Belanda I pada Juli 1947.
Konflik Internal dan Kontroversi
Isi perjanjian yang mempersempit wilayah Republik Indonesia menimbulkan gelombang penolakan dari sejumlah partai politik. PNI, Masyumi, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Sosialis menuding perjanjian tersebut sebagai bentuk kompromi yang merugikan bangsa.
Sutan Syahrir, sebagai ketua delegasi Indonesia, bahkan dicap sebagai “penjual negara”. Penolakan yang meluas membuat dukungan terhadap pemerintahannya melemah hingga akhirnya anggota KNIP dan Partai Sosialis menarik dukungan pada 26 Juni 1947.
Kesalahpahaman dengan Belanda
Belanda mengira daerah di luar Jawa, Sumatra, dan Madura akan dibentuk sebagai negara federal baru. Namun, Indonesia menilai wilayah tersebut tidak harus menjadi negara federal. Perbedaan interpretasi ini menjadi salah satu pemicu kemarahan Belanda yang kemudian meluncurkan agresi militer.
Dampak Positif Perundingan Linggarjati
- Belanda mengakui eksistensi Indonesia, meningkatkan posisi Indonesia di mata internasional.
- Pengakuan de facto atas wilayah Republik Indonesia di Jawa, Sumatra, dan Madura.
- Menjadi upaya penyelesaian konflik secara diplomatis sebelum pecahnya Agresi Militer I.
Dampak Negatif Perundingan Linggarjati
- Wilayah Republik Indonesia diakui sangat terbatas.
- Indonesia tetap harus bergabung dalam Uni Indonesia–Belanda yang dipimpin Belanda.
- Memberi ruang bagi Belanda untuk memperkuat posisi sebelum melakukan agresi militer.
- Menimbulkan perpecahan politik di Indonesia dan krisis kepercayaan terhadap Sutan Syahrir.