Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Foto: Anadolu
Teheran: Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sekali lagi memperingatkan Amerika Serikat dan Israel di tengah meningkatnya tekanan terhadap Teheran atas aktivitas nuklirnya.
Berbicara di televisi pemerintah pada Rabu 16 Juli 2025, Khamenei mengatakan, "Fakta bahwa bangsa kita siap menghadapi kekuatan Amerika Serikat dan anjingnya yang terikat, rezim Zionis, sangat patut dipuji."
Khamenei merujuk pada serangan Iran terhadap Pangkalan Udara Al Udeid AS di Qatar, dengan mengatakan bahwa itu "baru permulaan" dan memperingatkan bahwa "pukulan yang lebih besar lagi dapat menimpa AS dan negara-negara lain." Komentarnya muncul ketika Barat terus mendorong negosiasi nuklir baru sambil juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan kembali sanksi terhadap Teheran.
Kekuatan Iran masih mengkhawatirkan
Meskipun Israel baru-baru ini melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran -,termasuk serangan destruktif di situs nuklir Fordow pada bulan Juni,- intelijen AS menilai bahwa meskipun ambisi nuklir Iran mungkin tertunda hingga dua tahun, kemampuan rudal dan drone-nya sebagian besar masih utuh.
Menurut Bill Roggio, seorang peneliti senior di Foundation for the Defence of Democracies (FDD) dan editor Long War Journal, Iran masih memiliki sekitar 1.500 rudal balistik jarak menengah dan sekitar 50 persen sistem peluncurannya.
Di tengah ketegangan yang sedang berlangsung, Presiden AS Donald Trump telah bersikap hati-hati dalam isu ini. Berbicara kepada wartawan pada hari Selasa, Trump mengatakan dia tetap terbuka untuk negosiasi tetapi menambahkan, "Saya tidak terburu-buru untuk berbicara."
Sementara itu, negara-negara Barat telah menegaskan bahwa jika Iran gagal mencapai kemajuan dalam perundingan dengan AS pada akhir musim panas, mereka dapat mengaktifkan sanksi "snapback" — sebuah ketentuan dalam perjanjian nuklir 2015 yang memungkinkan penerapan kembali sanksi internasional jika Iran gagal mematuhinya.
Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan kepada Fox News Digital, "Solusi diplomatik yang berkelanjutan dan terverifikasi yang memperhatikan kepentingan keamanan komunitas internasional sangatlah penting. Jika solusi tersebut tidak tercapai pada akhir musim panas, mekanisme snapback akan tetap menjadi pilihan bagi E3."
E3 mengacu pada Prancis, Jerman, dan Inggris — tiga negara Eropa yang terlibat dalam perjanjian nuklir 2015 yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). "Kami terus berkoordinasi erat dengan mitra E3 kami terkait masalah ini," tambah kementerian Jerman.