Ilustrasi rokok elekktrik. Foto: Anadolu
Anggi Tondi Martaon • 20 June 2025 10:47
Jakarta: Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) menyoroti Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) DKI Jakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Sebab, rokok elektrik mendapatkan perlakuan dan definisi setara dengan rokok yang dibakar dalam bakal beleid tersebut.
Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo), Paido Siahaan, mengatakan pengaturan serta penyamaan definisi tersebut diatur di dalam satu pasal Raperda KTR. Padahal, profil rokok elektrik yang secara kajian ilmiah telah terbukti rendah risiko.
“Menyamakan rokok elektrik dengan rokok dalam regulasi ini kurang tepat. Rokok elektrik adalah produk tembakau alternatif yang menghasilkan uap, bukan asap, sehingga tidak menghasilkan zat-zat berbahaya seperti tar dan karbon monoksida yang terkandung dalam asap rokok yang dibakar,” ujar Paido melalui keterangan tertulis, Jumat, 20 Juni 2025.
Dia menjelaskan, berbagai penelitian ilmiah mendukung adanya perbedaan profil risiko antara rokok yang dibakar dengan rokok elektrik. Salah satunya adalah laporan dari Public Health England (PHE) berjudul Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products pada 2018.
Hasilnya, rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan mampu mengurangi paparan risiko hingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok yang dibakar. Temuan ini menunjukkan rokok elektrik dapat menjadi alternatif bagi perokok dewasa yang ingin mengurangi dampak buruk konsumsi rokok.
“Memperlakukan keduanya secara setara dalam regulasi ini berpotensi mengabaikan perbedaan mendasar dalam profil risiko kedua produk tersebut, yang dapat membingungkan masyarakat dan menghambat upaya perokok untuk beralih ke alternatif yang lebih rendah risiko,” ungkap dia.
Tidak hanya itu, menyamaratakan rokok elektrik dengan rokok yang dibakar dalam Raperda KTR juga berpotensi membatasi hak konsumen untuk mengakses dan menggunakannya. Padahal, akses terhadap produk rendah risiko merupakan bagian dari hak konsumen dewasa untuk mendapatkan pilihan yang lebih baik.
“Dengan membatasi penggunaannya secara berlebihan, regulasi ini dapat mendorong konsumen dewasa kembali ke rokok yang jauh lebih berbahaya, alih-alih mendukung transisi ke opsi yang lebih baik,” sebut dia.
Dalam rancangan Raperda KTR yang telah beredar di publik, Pasal 1 Ayat 6 disebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya termasuk shisha, rokok elektronik, vape, produk tembakau yang dipanaskan, diuapkan, dan/atau bentuk lainnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
Dengan penyetaraan tersebut, penggunaan rokok elektrik turut dibatasi di tempat umum. Mengacu Pasal 14, beberapa tempat umum yang dimaksud yaitu hotel, restoran, hingga tempat hiburan.
Untuk penggunaannya, konsumen rokok elektrik hanya bisa melakukannya di ruang terbuka, terpisah dari bangunan utama, jauh dari lalu lalang orang, dan pintu keluar masuk.
Khusus larangan di tempat hiburan, wacana tersebut dinilai terlalu restriktif. Menurut dia, kebijakan tersebut dapat membatasi hak konsumen rokok elektrik yang menggunakan produk ini.
“Kami menyarankan agar Pemprov DKI mempertimbangkan regulasi yang membedakan vape dari rokok tembakau, misalnya dengan memperbolehkan penggunaan vape di area tertentu yang berventilasi baik tanpa harus dibatasi pada ruang khusus merokok,” kata Paido.
Paido berharap pemerintah dapat membuka ruang dialog yang inklusif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk asosiasi dan komunitas pengguna rokok elektrik. Dia mengatakan, penyusunan regulasi yang baik seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi juga mempertimbangkan hak konsumen.
“Regulasi yang baik harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan hak konsumen dewasa untuk mengakses produk rendah risiko. AKVINDO siap berkontribusi dengan data dan fakta ilmiah untuk mendukung pembuatan kebijakan yang adil dan berbasis bukti,” ujar dia.