Komnas Perempuan Dorong Pengesahan RUU PPRT Dipercepat

Ilustrasi. Medcom

Komnas Perempuan Dorong Pengesahan RUU PPRT Dipercepat

Ihfa Firdausya • 16 June 2025 10:35

Jakarta: Dalam momentum Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional yang diperingati setiap 16 Juni, momentum pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kembali didorong. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta DPR dan pemerintah segera mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT.

Komisioner Devi Rahayu menyebut pengesahan RUU PPRT adalah langkah konkret untuk menghapus ketidakadilan struktural dan memastikan setiap kerja dihargai, dilindungi, dan diakui secara bermartabat.

“Siapa pun mereka tidak boleh ditinggalkan (leave no one behind). Penundaan pengesahan RUU PPRT hanya akan memperkuat impunitas kekerasan kepada PRT di Indonesia,” ujar Devi dalam keterangan resmi, Senin, 16 Juni 2025.

Komnas Perempuan percaya PRT menopang kehidupan domestik dan sistem sosial dalam masyarakat. Lebih dari itu, PRT adalah tenaga kerja perempuan berketerampilan yang kontribusinya sangat penting bagi keluarga dan negara.

Komisioner Komnas Perempuan Yuni Asriyanti menegaskan PRT berperan penting melakukan kerja perawatan keluarga, anak-anak, orang tua, dan mereka yang membutuhkan dukungan jangka panjang di ranah domestik.

“PRT memungkinkan banyak perempuan berpartisipasi di ruang publik karena kerja perawatan domestik di dalam rumah dilakukan oleh mereka,” kata dia.
 

Baca Juga: 

Bahas RUU PPRT, DPR Libatkan Masyarakat untuk Wujudkan Perlindungan Inklusif


Menurut dia, kerja perawatan yang dilakukan PRT merupakan bagian integral dari ekonomi perawatan (care economy). Hal itu ialah kerja yang menopang kehidupan sehari-hari, memastikan keberlangsungan rumah tangga, mendukung partisipasi perempuan dalam pasar kerja, dan menopang sistem sosial secara keseluruhan. 

Di sisi lain, PRT masih menjadi kelompok pekerja yang paling rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020-2024, terdapat 128 PRT menjadi korban kekerasan.

Data ini menunjukkan kekerasan terhadap PRT terus berulang menggambarkan posisi PRT sebagai kelompok pekerja berada dalam relasi kerja yang timpang, tanpa pengakuan, dan tanpa jaminan keadilan. 

Komisioner Komnas Perempuan Irwan Setiawan mengungkapkan salah satu kasus yang terdokumentasikan Komnas Perempuan menunjukkan bagaimana seorang PRT di Jakarta, yang merupakan korban perdagangan orang, mengalami kekerasan seksual sejak hari pertama bekerja.

"Kasusnya tidak pernah diproses dan justru diselesaikan di luar jalur hukum tanpa mempertimbangkan hak dan pemulihan korban. Hal ini  mempertegas lemahnya sistem perlindungan bagi PRT,” ungkap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)