Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Fachri Audhia Hafiez • 26 June 2025 21:04
Jakarta: Reviktimisasi terhadap anak korban tindak kekerasan harus segera diakhiri. Salah satu caranya dengan mendorong semua pihak terkait untuk menegakkan sistem hukum secara adil.
"Tindak kekerasan terhadap anak kerap tidak kasat mata dan berdampak buruk terhadap masa depan bangsa," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 26 Juni 2025.
Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang 2023-Maret 2025, setidaknya ada delapan kasus penyiksaan oleh aparat terhadap anak.
Selain itu, sembilan kasus kekerasan seksual oleh aparat kepolisian, dan empat kasus kekerasan terhadap anak oleh pejabat publik.
Kasus kekerasan terhadap anak yang terkait dengan aparat dan pejabat, berpotensi menimbulkan reviktimisasi, di mana korban mengalami pengalaman serupa atau menjadi korban kembali, karena berhadapan pada sistem hukum yang tidak berpihak.
Menurut Lestari, fenomena reviktimisasi anak ini harus segera diakhiri dengan mendorong semua pihak terkait untuk menegakkan sistem hukum yang adil dan memiliki perspektif melindungi korban.
Rerie, sapaan akrab Lestari, menilai meluasnya fenomena reviktimisasi anak sangat membahayakan masa depan bangsa. Menurut Rerie, masa depan bangsa Indonesia sangat tergantung dari bagaimana proses setiap anak bangsa dibentuk saat ini.
Menurut dia, anak yang kerap mendapat tindak kekerasan, sulit untuk menjadi generasi penerus berkualitas yang mampu menopang kemajuan bangsa. Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, serta masyarakat mampu mewujudkan lingkungan ramah anak untuk proses tumbuh kembang anak yang baik, dalam upaya membentuk generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa depan.