Cucu Soeharto: Kakek Saya Tak Sempurna, Tapi Jasanya Tak Bisa Diabaikan

Cucu Presiden ke-2 RI Soeharto sekaligus Ketua Badan Rescue Partai NasDem, Danty Indriastuty Purnamasari. Dok. Istimewa

Cucu Soeharto: Kakek Saya Tak Sempurna, Tapi Jasanya Tak Bisa Diabaikan

Achmad Zulfikar Fazli • 9 November 2025 11:30

Jakarta: Di tengah riuh pro dan kontra soal gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden Soeharto, cucunya, Danty Indriastuty Purnamasari, membuka sisi lain yang jarang terlihat, bukan penguasa Orde Baru, tapi kakek yang hangat dan manusia yang pernah berjuang untuk negeri.

Bagi sebagian orang, nama Soeharto adalah sejarah yang tak pernah selesai dibicarakan. Ada yang menyebutnya Bapak Pembangunan, ada pula yang mengingatnya sebagai simbol kekuasaan yang terlalu lama bercokol. Namun, bagi Danty Indriastuty Purnamasari, cucu dari Presiden kedua Republik Indonesia itu, Soeharto hanya kakek yang penuh perhatian, sederhana, dan manusiawi.

“Kalau namanya cucu, ya pasti maunya kakek saya mendapatkan gelar itu. Tapi di luar itu, kita juga harus sadar, beliau sudah membangun negeri ini selama 32 tahun. Itu tidak mudah," ujar Danty lembut saat berbincang dengan media, Minggu, 9 November 2025.

Di mata publik, Soeharto mungkin tampak tegas dan penuh wibawa. Namun di balik tembok Cendana, dia hanya kakek yang menanyakan kabar cucu-cucunya, mengingatkan soal sekolah, dan sesekali bercanda tentang liburan.

“Kalau di rumah, ya seperti keluarga biasa. Beliau suka tanya kabar, gimana sekolahnya, gimana liburannya. Nggak ada yang istimewa. Seperti kakek pada umumnya saja," kata Danty.

Sisi ini yang jarang terlihat publik bahwa di balik nama besar dan catatan sejarah yang keras, ada ruang kemanusiaan yang lembut, bahkan hangat.

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto memunculkan kembali perdebatan lama, apakah jasa pembangunan dapat menutup sisi kelam sejarah. Danty Rukmana, yang kini menjabat Ketua Badan Rescue Partai NasDem merangkap Koordinator Pemenangan Pemilu NasDem DK Jakarta, tidak menepis kenyataan itu. Dia justru mengakui perbedaan pandangan adalah hal wajar.

“Pro dan kontra itu pasti ada. Namanya manusia, nggak mungkin sempurna. Tapi hal positifnya juga banyak. Pembangunan itu dirasakan masyarakat sampai sekarang," ujar dia.


 

Baca Juga: 

NasDem Dukung Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional


Dia menyebut dari sektor pertanian hingga infrastruktur, warisan pembangunan Orde Baru masih bisa dilihat dan dirasakan. “Dulu petani mulai mengenal cara tanam yang lebih baik. Ada irigasi, ada jalan, ada fasilitas yang memudahkan masyarakat. Itu nyata,” kata dia.

Ketika ditanya soal kabar resmi terkait penganugerahan gelar Pahlawan Nasional, Danty tak menampik bahwa keluarga sudah menerima informasi tersebut.
“Alhamdulillah, kami sudah dapat kabarnya,” ujarnya. “Tapi kalau soal undangan, saya belum bisa jawab," ujar dia.

Dia berharap proses ini menjadi momen untuk melihat kembali sejarah bangsa secara lebih arif. “Mohon doa restunya saja,” tutur Danty. “Karena memimpin negara selama 32 tahun itu bukan hal mudah. Menurut saya, itu sesuatu yang luar biasa,” kata dia.

Di tengah derasnya perdebatan politik dan sejarah, Danty justru menawarkan perspektif yang lebih tenang. Bukan soal benar atau salah, tapi tentang menghargai perjalanan manusia.

“Siapapun presidennya, kita harus menghargai. Beliau juga manusia. Pasti ada salah, tapi juga banyak kebaikan yang harus diingat," ujar dia.

Soeharto mungkin tidak lagi hadir untuk menjelaskan segala yang pernah terjadi. Namun lewat suara cucunya, publik diingatkan sejarah tidak hanya terdiri dari angka, kebijakan, dan catatan politik tetapi juga rasa, kenangan, dan kemanusiaan.

Mungkin di sana arti pahlawan bagi Danty, bukan karena tanpa cela, melainkan karena pernah berjuang di zamannya dan meninggalkan jejak yang masih diperdebatkan hingga hari ini.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)