Wamenlu Arif Havas Oegroseno dalam acara Commemoration of 70th Anniversary of The Asian African Conference di Jakarta, Rabu, 16 April 2025. (Metrotvnews.com / Muhammad Reyhansyah)
Willy Haryono • 16 April 2025 19:03
Jakarta: Solidaritas dan kerja sama antarnegara Global South merupakan hal penting untuk membangun posisi tawar yang kuat dalam menghadapi tekanan investor besar dan ketimpangan kontrak global, ucap Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno.
“Negara kecil sering kali dirugikan dalam kontrak investasi karena mereka sendirian. Tapi kalau kita bantu satu sama lain, itu bisa jadi kekuatan kolektif,” ujarnya saat menjawab pertanyaan peserta dalam sesi diskusi pada acara peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta, Rabu, 16 Maret 2025.
Ia menyoroti bagaimana negara-negara berkembang seringkali dihadapkan pada ketidakseimbangan kekuasaan saat bernegosiasi dengan perusahaan multinasional dari negara maju. Ketimpangan tersebut membuat banyak kontrak menjadi tidak adil, merugikan negara tuan rumah dalam jangka panjang.
“Negara-negara Afrika, misalnya, butuh mitra yang bisa bantu mereka pahami strategi kontrak, klausul investasi, dan dampak jangka panjangnya,” jelasnya.
Havas menceritakan bagaimana Indonesia pernah membantu negara sahabat di Afrika menyusun strategi kontrak investasi dengan investor asing. Pendampingan semacam ini, menurutnya, bisa menjadi model kerja sama Selatan–Selatan yang konkret dan berdampak.
“Kita tidak bicara soal bantuan keuangan. Ini soal kepercayaan, jaringan, dan berbagi pengalaman,” katanya.
Ia menegaskan bahwa solidaritas Global South bukan sekadar slogan ideologis, tetapi harus menjadi alat nyata untuk melindungi kedaulatan ekonomi dan politik negara-negara berkembang.
“Kalau satu negara bisa bangkit, kita semua bisa ikut kuat. Tapi kalau satu jatuh sendirian, yang lain akan segera menyusul,” pungkas Havas. (Muhammad Reyhansyah)
Baca juga: Global South Perlu Bentuk Norma Baru untuk Lindungi Kepentingan Strategis