Global South Perlu Bentuk Norma Baru untuk Lindungi Kepentingan Strategis

Wamenlu Arif Havas Oegroseno dalam acara Commemoration of 70th Anniversary of The Asian African Conference di Jakarta, Rabu, 16 April 2025. (Metrotvnews.com / Muhammad Reyhansyah)

Global South Perlu Bentuk Norma Baru untuk Lindungi Kepentingan Strategis

Willy Haryono • 16 April 2025 18:52

Jakarta: Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno mendorong negara-negara Global South untuk lebih aktif dalam membentuk norma internasional baru guna melindungi kepentingan kolektif mereka, terutama dalam isu perubahan iklim, perdagangan global, dan pengelolaan sumber daya alam.

Pernyataan ini ia sampaikan dalam sesi tanya jawab pada acara Commemoration of 70th Anniversary of The Asian African Conference bertema “The Global South in a Shifting World Order” yang digelar di Jakarta, Rabu, 16 April 2025

“Selama ini banyak norma global dirancang tanpa mengakomodasi kepentingan negara-negara Selatan. Kita harus duduk bersama dan dorong norma yang lebih adil,” ujar Havas.

Ia menyebut bahwa proses perumusan aturan internasional kerap didominasi negara-negara besar, sementara kepentingan negara berkembang terabaikan. Havas mencontohkan kasus perundingan WTO, di mana beberapa ketentuan justru membatasi negara berkembang dalam memanfaatkan sumber daya alam mereka sendiri.

“Beberapa aturan WTO, misalnya, membatasi kebijakan ekspor bahan mentah. Padahal itu hak strategis negara berkembang untuk menentukan jalan industrinya,” tegasnya.

Havas juga mengkritisi pengalaman diplomasi multilateral yang kurang inklusif. Ia menyebut bahwa pada Perjanjian Paris (COP21), kata “laut” hampir tidak disebut sama sekali, padahal banyak negara berkembang seperti Indonesia sangat bergantung pada ekosistem maritim.

“Bagaimana mungkin negara kepulauan tidak melihat dirinya dalam perjanjian iklim global? Ini menunjukkan kenapa kita harus hadir dalam perumusan norma, bukan hanya implementasi,” ungkapnya.

Sebagai contoh positif, Havas menyebut keterlibatan negara-negara Selatan dalam pembahasan pandemic treaty di WHO sebagai momentum strategis untuk memperjuangkan akses vaksin, alat medis, dan mekanisme solidaritas global yang lebih adil.

“Kalau kita tidak terlibat dari awal, maka norma-norma itu akan dibuat orang lain—dan biasanya bukan untuk kita,” pungkasnya. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Pengamat: Global South Masih Termarjinalisasi, Tapi Berpeluang Tentukan Arah Dunia

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)