Petani Was-was Pelonggaran Impor Pangan

Ilustrasi impor serealia. Foto: Medcom.id

Petani Was-was Pelonggaran Impor Pangan

M Ilham Ramadhan Avisena • 19 April 2025 14:22

Jakarta: Rencana pemerintah melonggarkan kebijakan impor pangan, termasuk serealia dari Amerika Serikat (AS), dinilai berisiko memukul sektor pertanian dalam negeri. Karenanya, pengambil kebijakan diminta untuk meninjau rencana tersebut dengan seksama.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pelonggaran aturan impor harus mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan domestik dan dampaknya terhadap produsen lokal.

"Ketika Indonesia ingin mengimpor lebih banyak serealia, termasuk gandum, ini harus melihat dulu antara kebutuhan di dalam negeri dan juga dengan impor yang diperlukan dari AS," ujar Bhima dikutip Sabtu, 19 April 2025.

Pada 2024, Indonesia telah mengimpor serealia senilai USD6,8 miliar. Jika kebijakan tersebut diperlonggar tanpa perencanaan matang, Indonesia berisiko dibanjiri produk pangan dari berbagai negara lain seperti Pakistan dan Vietnam, bukan hanya dari AS.

"Situasi ini tentu akan merugikan sekali para petani di sektor pangan. Begitu juga terkait produk hortikultura. Harga jual petani akan jatuh karena pasar dibanjiri buah dan sayur impor dari AS," terang Bhima.
 

Baca juga: Rencana Peningkatan Impor Pangan dari AS Tak akan Ganggu Swasembada Nasional


(Ilustrasi kedelai impor yang rencananya akan diimpor dari AS. Foto: dok Tokopedia)
 

Sektor pertanian rentan jadi alat tukar negosiasi dagang


Bhima menekankan pentingnya mitigasi yang dirancang matang serta strategi negosiasi yang menguntungkan kedua belah pihak. Menurutnya, sektor pertanian terlalu rentan untuk dijadikan alat tukar dalam negosiasi dagang.

"Kalau di sektor pertanian terlalu rentan, apalagi banyak tenaga kerja di sektor pertanian. Imbasnya bisa berdampak pada menurunnya serapan tenaga kerja," tutur Bhima. 

Sebagai alternatif, Bhima menyarankan agar Indonesia menawarkan komoditas lain seperti mineral kritis, termasuk nikel, yang juga dibutuhkan AS. "Kalau AS ingin membeli nikel dari Indonesia, harusnya AS didorong juga berinvestasi membuat smelter di Indonesia," imbuh Bhima.

Dengan pendekatan seperti itu, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan jangka panjang berupa diversifikasi ekspor dan perbaikan tata kelola sumber daya alam, tanpa mengorbankan sektor pertanian dan daya beli masyarakat di pedesaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)