Simtom Indeks Saham

Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. (MI/Ebet)

Simtom Indeks Saham

Abdul Kohar • 26 February 2025 06:02

IBARAT penyakit, tren negatif indeks harga saham gabungan (IHSG) serupa salah satu simtom bagi perekonomian kita. Ia merupakan tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan adanya masalah.

Karena itu, mendiamkan tanda-tanda itu jelas bukan cara yang benar. Sebaliknya, terlalu khawatir atau overthinking justru bisa menjebloskan ke situasi yang awalnya ‘tanda masalah’ menjadi masalah besar beneran.

Tren penurunan IHSG di Bursa Efek Indonesia dalam beberapa waktu terakhir mesti diperlakukan sebagai alarm serius kendati tidak boleh disikapi secara teramat cemas. Indeks yang tahun lalu sudah sempat berada di zona bagus-bagusnya, yakni berada di atas 7.000, kini mulai mendekati tren 6.500-an, bahkan bisa terjerembap ke angka 6.000.

Kemarin, misalnya, IHSG kembali loyo. Hingga di akhir perdagangan Selasa, 25 Februari 2025, IHSG terpangkas 2,41 persen dan kehilangan 162,51 poin sehingga posisinya berakhir di level 6.587. Posisi itu hampir sama dengan kondisi dua tahun lalu, saat kita baru berusaha bangkit setelah dihantam pandemi.

Sebagian orang mulai mengait-ngaitkan penurunan IHSG itu dengan respons ‘tunggu dan lihat’ pasar terhadap kehadiran Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Antara (Danantara). Ada pula yang bersetuju dengan lembaga investasi asing asal Jepang, Nomura Holdings, yang memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akan melampaui batas defisit APBN yang tertuang dalam penjelasan Pasal 12 UU Keuangan Negara sebesar 3?ri produk domestik bruto (PDB).

Dalam laporan Nomura Asia Insights bertajuk Indonesia: Fiscal Risk Monitor #1 - Taking Stock of New (Unfunded) Measures and Their Costs disebutkan, defisit APBN 2025 berpotensi membengkak sebesar 0,9 persen dari target defisit APBN pemerintah pada tahun ini 2,5 persen dari PDB. Itu mengakibatkan potensi APBN bengkak hingga menjadi 3,4 persen PDB.
 

Baca Juga: 

IHSG Sore Ambruk 162 Poin


Lalu, apa hubungannya dengan gejolak IHSG? Menurut pihak yang bersetuju dengan analisis itu, pembengkakan defisit bisa memicu ketidakpastian. Situasi itu berdampak psikologis dan menimbulkan gejolak pasar lebih jauh.

Namun, analisis yang mengaitkan hadirnya Danantara dan laporan Nomura soal potensi bengkaknya defisit dengan lunglainya IHSG itu terbantahkan oleh kenyataan bahwa IHSG tidak terhuyung sendirian. Ada faktor eksternal yang dominan menjadi pemicu IHSG terus-terusan terkoreksi ke zona merah.

Itu dibuktikan sejumlah indeks saham utama di berbagai belahan lain juga kompak rontok. Cuma indeks Dow Jones yang menggeliat dan berada di zona hijau. Indeks lainnya seperti Nikkei, Hang Seng, dan S&P 500 terjerembap meski tidak sedalam IHSG.

Kendati begitu, jangan terlalu lega karena simtom yang dialami bersama-sama oleh pihak lain. Jangan menganggap bahwa faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan ialah ‘modus utama’ munculnya simtom. Benar belaka bahwa dunia dibuat shocked oleh kebijakan ‘gila’ seorang Donald Trump.

Bahkan, setidaknya ada 10 kebijakan tidak bijak Trump yang serasa di luar nalar. Kebijakan itu di antaranya menaikkan tarif impor dari Tiongkok, Kanada, dan Meksiko; menaikkan bea masuk impor baja dari seluruh negara pemasok kebutuhan baja AS; hingga keputusan AS keluar dari WHO.

Namun, semata meratapi kebijakan Trump yang amat tidak bijak jelas bukan langkah yang bijak. Apalagi, kendati mengejutkan, langkah Presiden Donald Trump itu tidak mengagetkan amat. Dunia sudah paham bagaimana langkah Trump saat memimpin AS pada periode pertama pemerintahannya di rentang 2017-2021.
 
Baca Juga: 

Begini Nasib Saham BUMN saat Peluncuran Danantara: 3 Rontok dan 1 Menguat


Karena itu, sebaik-baik respons ialah membedah faktor-faktor internal yang membuat gejolak pasar bertambah dalam. Kiranya, baik belaka mengevaluasi potensi masalah di dalam negeri yang membuat kepercayaan pasar belum sepenuhnya diraih. Kekhawatiran atas stagnasi pertumbuhan ekonomi, melemahnya daya beli, fiskal yang serbaterbatas, industri yang melesu, juga kebocoran dan korupsi yang masih menggerogoti, boleh jadi berperan penting sebagai ‘katalisator’ keragu-raguan pasar.

Begitu pasar ragu-ragu, kepercayaan bakal terganggu. Begitu kepercayaan terganggu, gejolak pasar bakal terpicu. Begitu gejolak pasar terpicu, perekonomian pasti terganggu, bahkan kian lesu. Karena itu, benahi hal itu dan jangan membuat tangkisan melulu.

Selayaknya pemerintah berterima kasih kepada IHSG, yang telah memberikan tanda-tanda, menunjukkan simtom. Yang penting, setelah itu apa?

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)