Biaya Produksi Tinggi, Industri TPT Terancam Gulung Tikar

Ilustrasi. Foto: Dok istimewa

Biaya Produksi Tinggi, Industri TPT Terancam Gulung Tikar

Eko Nordiansyah • 7 May 2025 12:16

Jakarta: Biaya produksi yang tinggi telah memukul Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia. Dengan lebih dari 5.000 perusahaan industri besar sedang dan hampir satu juta industri mikro kecil, harga produk lokal Industri TPT sangat sulit untuk diterima oleh masyarakat.

Kondisi ekonomi nasional yang sedang lesu dengan daya beli masyarakat menurun juga turut memengaruhi. Selain itu, dengan teknologi yang semakin canggih, masyarakat dengan mudah memperoleh harga yang lebih murah melalui e-commerce.

"Biaya produksi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang menurun menyebabkan tantangan industri TPT nasional semakin berat, sedangkan biaya operasional Industri TPT tidak dapat dipangkas, khususnya untuk membayar upah pekerja," kata Direktur PT. Anggana Kurnia Putra Wilky Kurniawan dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Mei 2025.

Sebagai informasi, industri TPT menyerap lebih dari tiga juta orang tenaga kerja pada 2024. Namun jika harga terlampau tinggi akan menurunkan minat beli masyarakat yang mengakibatkan penjualan produk lokal merosot, sehingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
 

Baca juga: 

Konsumsi Rumah Tangga Tertahan Meski Ada Lebaran, Ini Penyebabnya



(Ilustrasi. Foto: Dok Kemenperin)

Wacana pengenaan bea masuk antidumping

Selain itu, penurunan semakin diperberat oleh wacana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY), yang merupakan bahan baku penting bagi industri tekstil berbasis poliester.

"Industri TPT nasional akan semakin terpuruk dan gugur satu per satu dengan dikenakannya BMAD oleh Pemerintah Indonesia. Terakhir, produk POY dan DTY akan dikenakan BMAD dengan tarif tertinggi sebesar 42,30 persen tentunya akan meningkatkan biaya produksi secara signifikan," ujar dia.

POY dan DTY merupakan bahan baku utama untuk pembuatan benang. Dengan dikenakannya BMAD, tentunya benang akan menjadi mahal kemudian turun lagi kepada pembuatan kain juga akan semakin mahal dan pada akhirnya produk pakaian menjadi lebih mahal.

"Saat pelaku usaha merasa tidak dapat mempertahankan usahanya, maka pelaku usaha terpaksa melakukan penutupan usaha dan PHK. Industri TPT nasional akan semakin terpuruk dan gugur satu per satu. Terlebih lagi BMAD terhadap POY dan DTY hanya menguntungkan segelintir perusahaan," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)