Demonstrasi di Nepal yang berujung pada kerusuhan. Foto: Anadolu
Muhammad Reyhansyah • 12 September 2025 09:32
Kathmandu: Gelombang protes besar-besaran di Nepal memuncak ketika massa menyerbu parlemen pekan ini dan memaksa Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mengundurkan diri. Kemarahan terhadap gaya hidup mewah para elite juga meluas, ditandai dengan aksi pembakaran hotel-hotel bintang lima dan kediaman politisi di salah satu negara termiskin di dunia.
Unjuk rasa yang dikenal sebagai protes “Generasi Z” karena mayoritas pesertanya masih remaja dan awal usia 20-an itu telah mengguncang stabilitas politik Nepal.
Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada 9 September, sehari setelah 19 demonstran tewas dalam bentrokan. Menurut data Kementerian Kesehatan Nepal, jumlah korban meninggal kini mencapai 34 orang dan lebih dari 1.300 lainnya terluka.
Saat gedung parlemen, kantor perdana menteri, dan Mahkamah Agung masih terbakar, massa juga menyerang sejumlah hotel mewah, termasuk Hilton, Hyatt Regency, dan Varnabas Museum Hotel. Hyatt Regency, yang berlokasi dekat Stupa Boudhanath, salah satu situs Buddhis terpenting dan tujuan wisata utama di Nepal turut mengalami kerusakan.
“Tidak ada tamu atau staf yang terluka. Namun karena situasi politik, hotel akan ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata Bhushan Rane, manajer kantor depan hotel, kepada Reuters dan dikutip
The Straits Times, Jumat, 12 September 2025.
Hotel Hilton di Kathmandu, menara kaca yang dibuka pada 2024 oleh pengusaha muda Shahil Agrawal dari Shanker Group, juga dibakar. “Properti ini ditutup setelah mengalami kerusakan selama protes, dan seluruh tamu serta staf telah dievakuasi dengan selamat. Penilaian penuh terhadap bangunan akan dilakukan,” ujar juru bicara Hilton dalam pernyataan resmi.
Politisi pun tidak luput dari sasaran. Kediaman mantan perdana menteri Oli hingga properti milik anggota parlemen Rajendra Bajgain diserang. Bajgain menyatakan tamu hotel Varnabas Museum berhasil dievakuasi, lalu pada 11 September ia mengumumkan mundur dari jabatannya di parlemen.
“Saya bersimpati dengan para demonstran Gen Z,” ujar Bajgain.
Para pemimpin gerakan Gen Z menyangkal keterlibatan dalam aksi pembakaran dan menuding adanya penyusup. Namun, pengamat menilai kemarahan publik mencerminkan ketidakpuasan mendalam terhadap ketimpangan kekayaan dan dugaan korupsi dalam kepemimpinan politik Nepal.
Dalam beberapa bulan terakhir, gerakan ini berkembang melalui unggahan di TikTok dan Instagram yang memperlihatkan anak-anak politisi hidup dalam kemewahan dengan busana desainer hingga liburan mahal. Kontras mencolok terlihat ketika ribuan pemuda Nepal meninggalkan negara itu setiap hari untuk mencari pekerjaan di Timur Tengah, Malaysia, Korea Selatan, dan negara lain.
“Itulah kekecewaan rakyat,” kata Balaram K.C., mantan hakim agung sekaligus pakar konstitusi.
“Kalian yang seharusnya mengurus negara dengan jujur justru hanya memperhatikan diri sendiri dan keluarga,” imbuh Balaram K.C.
Bajgain menambahkan, “Sudah cukup lama ketidakpuasan semacam ini menumpuk di Nepal akibat korupsi.”