Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar. (Metrotvnews.com/Amal)
Amaluddin • 8 July 2025 19:29
Surabaya: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menaikkan status penanganan kasus dugaan korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep ke tahap penyidikan. Program yang bersumber dari anggaran tahun 2024 itu, diduga kuat diselewengkan oleh sejumlah pihak.
Peningkatan status ini diumumkan setelah gelar perkara pada 7 Juli 2025, dan tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-1052/M.5/Fd.2/07/2025. Sebelumnya, penyelidikan telah dimulai sejak 14 Mei 2025 berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-6864/M.5.1/Fd.1/05/2025.
"Tim telah memeriksa sedikitnya 250 orang saksi, mulai dari penerima bantuan, kepala desa, fasilitator lapangan, pemilik toko bangunan, hingga pejabat pembuat komitmen (PPK)," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, dalam konferensi pers di Surabaya, Selasa, 8 Juli 2025.
Saiful mengatakan Tim Penyidik juga melakukan penggeledahan serentak enam lokasi di Kabupaten Sumenep pada hari yang sama, sebagai upaya pengumpulan alat bukti. Lokasi tersebut diduga berkaitan langsung dengan pelaksanaan proyek BSPS.
Tak hanya di Sumenep, dua lokasi lainnya di Kota Surabaya juga turut digeledah oleh penyidik sejak pukul 14.50 WIB berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Nomor: Print-1057/M.5.5/Fd.2/07/2025.
"Dari lokasi itu, kami menyita berbagai dokumen penting dan perangkat elektronik, seperti telepon genggam, laptop, serta rekaman suara yang diduga berkaitan dengan pelaksanaan program," ujarnya.
Selain itu, sebanyak 15 kepala desa dari Sumenep juga turut diperiksa di kantor Kejati Jatim pada hari yang sama. Mereka dimintai keterangan terkait dugaan keterlibatan mereka dalam proyek BSPS.
Saiful menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara profesional dan transparan, serta mengimbau seluruh saksi agar kooperatif. "Kami ingatkan setiap upaya menghambat proses penyidikan atau memberikan keterangan palsu, maka akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 21 dan/atau Pasal 22 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," pungkas Saiful.