Pengacara dan Hakim Terseret Kasus Suap CPO, Aktivis Desak Bongkar Mafia Hukum

Aksi bertajuk ‘Mafia Hakim’ di Jakarta.

Pengacara dan Hakim Terseret Kasus Suap CPO, Aktivis Desak Bongkar Mafia Hukum

Al Abrar • 22 April 2025 15:24

Jakarta: Kasus dugaan suap terkait putusan onslag atau lepas dalam perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2021 hingga Maret 2022 menuai sorotan tajam. Suap senilai Rp60 miliar itu disebut melibatkan sejumlah hakim dan pengacara.

Koordinator aksi sekaligus Ketua Perkumpulan Pemuda Keadilan, Dendi Budiman, menyampaikan kritik keras terhadap dua pengacara yang disebut terlibat, yakni Marcella dan Ary Bakri. Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

"Marcella dan Ary adalah simbol pengkhianatan terhadap profesi. Mereka menjual idealisme hukum demi kekayaan pribadi. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran etik paling menjijikkan,” kata Dendi dalam keterangannya, Selasa, 22 April 2025.

Dendi menyoroti gaya hidup mewah kedua pengacara tersebut yang kerap dipamerkan di media sosial. Marcella, misalnya, terlihat berpose di depan mobil Ferrari di akun Facebook-nya. Sementara Ary kerap membagikan video di TikTok yang menampilkan rumah, mobil, hingga speedboat mewah, serta perjalanan ke luar negeri, termasuk ekspedisi ke Antartika bersama National Geographic.

Menurut Dendi, di tengah kesulitan yang dihadapi masyarakat, gaya hidup hedonis para pengacara tersebut menunjukkan kurangnya empati dan integritas.

“Pengacara-pengacara ini justru memamerkan kekayaan hasil dari jual beli keadilan, saat rakyat sedang susah. Ini bentuk kemunafikan dan persekongkolan jahat yang nyata,” tegasnya.

Ia juga menyoroti rekam jejak kedua pengacara yang kerap membela tokoh-tokoh dengan kasus besar, seperti Rafael Alun Trisambodo, Harvey Moeis, Helena Lim, dan Arif Rachman Arifin.

Dendi pun menyerukan reformasi total di dunia advokat. Ia mendesak pemerintah dan institusi hukum untuk membongkar praktik mafia hukum serta mereformasi sistem pendidikan advokat, mulai dari proses rekrutmen, magang, hingga penegakan kode etik.

“Kita butuh badan penegak kode etik advokat yang tunggal dan independen. Jangan lagi ada kantor hukum dan LBH yang justru jadi sarang mafia hukum. Semua harus dibongkar,” ujarnya.

Ia menegaskan, profesi pengacara harus kembali pada khitahnya sebagai penegak keadilan, bukan sekadar mencari penghidupan.

"Kita muak dengan pengacara banyak gaya tapi miskin integritas. Reformasi total harus dilakukan demi masa depan penegakan hukum yang bersih dan adil," pungkas Dendi.

Dalam kasus ini, empat hakim telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta, serta tiga majelis hakim yang menangani perkara yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Selain itu, panitera muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, yang saat sidang korupsi CPO masih bertugas di PN Jakarta Pusat, juga ikut menjadi tersangka. Dari pihak pengacara, Marcella Santoso dan Ariyanto, yang mewakili korporasi dalam perkara tersebut, turut dijerat bersama Kepala Tim Hukum Wilmar Group.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Al Abrar)