CEO PT Inerco Global International, Hendrik Kawilarang Luntungan. Istimewa
Jakarta: Pemerintah diminta melahirkan lebih banyak pengusaha baru di sektor industri baja untuk menghadapi tekanan derasnya impor yang terus menekan industri dalam negeri. Langkah ini dinilai lebih strategis ketimbang untuk membangun kekuatan industri nasional.
CEO PT Inerco Global International, Hendrik Kawilarang Luntungan menilai, langkah pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus pada upaya menarik investor asing, melainkan juga menciptakan ekosistem yang menumbuhkan pengusaha baru, khususnya di sektor manufaktur.
“Harusnya pemerintah menciptakan pengusaha-pengusaha baru dengan bimbingan langsung, seperti yang dilakukan Tiongkok, Jepang, dan Korea. Mereka maju karena pemerintah ikut membina agar sejalan dengan target menjadikan negaranya sebagai negara industri,” kata Hendrik di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.
Penyaluran kredit perbankan
Hendrik juga menyoroti kebijakan penyaluran kredit perbankan yang dinilainya belum berpihak pada pelaku usaha baru. Menurut dia, perbankan masih lebih banyak menyalurkan kredit kepada pengusaha besar atau kelompok yang memiliki kedekatan politik.
“Akibatnya tidak ada pemerataan, tidak lahir pengusaha baru. Kebijakan seperti ini hanya membuat orang kaya makin kaya, sedangkan kelas menengah sulit naik kelas,” tegas dia.
Ia menilai, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia membutuhkan munculnya konglomerasi baru di luar kelompok lama yang selama ini menguasai pasar.
“Capek lihat ada mal, hotel, atau real estat baru, tapi pemiliknya itu-itu lagi. Ini fakta,” sindir dia.
Hendrik juga mendesak perbankan untuk merevolusi kebijakan kredit agar lebih berpihak pada sektor produktif dan pengusaha baru.
“Sekarang pinjam uang ke bank yang dilihat pertama bukan proyeknya, tapi kolateralnya. Jadi yang bisa dapat pinjaman ya yang sudah mapan. Sebelum krisis 1998, bank bertindak seperti bank. Sekarang bank bertindak seperti pegadaian,” ucap dia.
Ia menambahkan, meski memahami trauma krisis ekonomi Asia 1998, bank-bank seharusnya kembali pada visi awal sebagai agen pembangunan, bukan sekadar lembaga pencetak laba.
Selain itu, Hendrik juga meminta pemerintah memperketat regulasi investasi asing yang kerap disiasati dengan praktik kepemilikan terselubung melalui nominee lokal.
“Semua diatur pakai nominee, dibuat perjanjian di bawah tangan, dan ujungnya mereka tetap menguasai 100 persen. Kasus seperti ini banyak, sama seperti kepemilikan aset asing di Bali,” ujar Hendrik.